Review Dokumenter Harta Tahta Raisa

Akhirnya ada dokumenter segar tentang penyanyi Indonesia

Setelah merilis tiga film panjang yang mendapatkan penerimaan positif, Imajinari bereksperimen kembali dengan menciptakan sebuah film dokumenter berjudul Harta Tahta Raisa. Soleh Solihun ditunjuk menjadi sutradara untuk mengangkat perjalanan karir seorang Raisa Andriana. Tidak tanggung-tanggung, hasilnya langsung dirilis di layar lebar pada awal Juni lalu. Sayangnya, jumlah penonton yang berhasil diraih sangat sedikit walau sudah ada penayangan spesial di beberapa bioskop. Mungkin minat penonton kita masih minim terhadap film dokumenter tentang penyanyi.

Apa yang membuat seorang Raisa perlu dibuatkan dokumenternya? Prestasi apa yang sudah dicapai sang diva ketika filmnya mulai dibuat? Sebelum menontonnya, saya pun memiliki pertanyaan seperti itu. Ternyata tayangan khusus ini dibuat dalam rangka mengenang capaian Raisa yang berhasil mengadakan konser tunggal di Gelora Bung Karno (GBK) pada Februari 2023 yang lalu. Maka, momen-momen wawancara yang diabadikan Soleh Solihun dipaparkan beriringan dengan dokumentasi dari Juni Records yang meliput momen sebelum dan sesudah konser. Adegan pembukanya saja men-state Raisa sebagai penyanyi solo pertama yang berhasil menaklukan GBK.

Dalam salah satu liputannnya, Raisa berharap karirnya juga menciptakan sebuah brand. Visi tersebut terwujud dengan adegan pembuka film ini, yang mengajak penontonnya untuk menyanyikan salah satu lagu sang diva terlebih dulu. Pengalaman yang diciptakan lebih berupa “karaoke experience” alih-alih suasana megah dari cuplikan konser yang diadakannya. Andaikan studio tempat saya menonton terisi penuh, maka pengalaman bernyanyi bersama sestudio akan mudah didapat. Sayangnya, peminat dokumenter ini sangat sedikit sejak hari pertama penayangannya.

106 menit durasi dokumenternya tampak penuh informasi tentang Raisa. Dalam rangka merayakan keberhasilan konser sang diva, maka separuh durasinya kira-kira diisi kejadian sebelum dan sesudah konser. Yang akan paling diingat adalah perbincangan antara Raisa dengan sang manajer, Adryanto Pratomo alias Boim sehari setelah konsernya selesai. Passion Boim sejak mulai bekerja sama dengan Raisa sangat ditampakkan, secara konsisten. Dia lah nyawa dari dokumenter ini. Liputan berformat BTS (behind the scene) yang disajikan pun cukup menyeluruh. Mulai dari persiapan khusus yang dilakukan Raisa dan tim, support pihak lain yang turut meliput seperti Najwa Shihab, hingga tata letak panggung yang diungkap Boim.

Soleh tahu bahwa dokumenter ini menjadi media yang cocok untuk memperkenalkan sosok Raisa secara umum. Maka itu, turut diliput juga keluarga dan tim pertama Raisa yang memaparkan secara lengkap awal minat Raisa di industri musik. Sekilas, penontonnya menyaksikan keakraban keluarga inti Raisa sambil mendengarkan cerita tentang masa kecilnya. Liputannya pun mengajak penontonnya untuk mengunjungi kamar bersejarah Raisa, yang pernah dijadikan latar video klip Could It Be. Penggemarnya juga diajak untuk mengenang proses pembuatan album perdananya hingga mengenang penghargaan yang didapatkannya di ajang AMI. Intinya, informasi-informasi tambahan yang diberikan sangat lengkap. Begitu padat dalam durasinya yang terbatas. Termasuk trivia bahwa Raisa pernah tergabung dalam Andante, band bentukan Kevin Aprilio yang kelak lebih dikenal sebagai Vierra/Vierratale. Ah, karena tayangan ini pun saya jadi tahu bahwa Raisa pernah membintangi film yang diangkat dari judul salah satu lagunya, yang ternyata hasilnya cenderung mengecewakan.

Kembali ke bahasan tentang konser di GBK, liputan dari Juni Records turut mengungkap dua permasalahan utama yang dialami sebelum hari-H konser. Pertama adalah pertandingan timnas Indonesia yang diadakan di GBK beberapa hari sebelum konser, yang mengganggu rencana dan persiapan para kru. Ketika kronologinya dipaparkan, ada beberapa nama yang disensor, entah dari pihak pengelola stadion atau organizer pertandingan. Ketika itu, saya pun tidak mengikuti berita baik tentang Raisa maupun sepak bola dalam negeri. Namun, cuplikan reaksi media dan warganet kala itu cukup mewakili kekecewaan Boim dan timnya. Permasalahan kedua hadir lebih personal untuk Raisa. Karena sehari sebelum konser tunggalnya, putrinya harus dirawat karena sakit.

Kendala terakhir tersebut ternyata dikembangkan dengan narasi bagaimana kesan untuk Raisa dari sang suami dan anak. Ada momen manis yang tiba-tiba hadir kala Hamish Daud menceritakan kembali mengapa dirinya ingin menikahi Raisa. Bagaimana hebatnya Raisa sebagai ibu di mata Hamish pun turut diungkap. Sisi love life dari sang diva memang bisa disusun lebih runut lagi dalam filmnya. Walaupun demikian, insight yang sudah diberikan sang sutradara cukup bisa menghantarkan rasa haru kala kita sampai pada salah satu momen mengharukan yang terjadi pada Raisa dalam konser terbesarnya.

7/10

Leave a comment