Review Film Dolittle

Ketika Iron Man menjadi dokter yang berbicara dengan binatang

Saya tidak begitu ingat apakah saat kecil pernah menonton Dr. Dolittle di TV atau tidak. Yang pasti, saya hanya tahu bahwa Dolittle adalah seorang dokter yang dapat berbicara dengan berbagai macam hewan dan mendapatkan bantuannya. Cerita tentangnya pun sekadar berpetualang dengan hewan-hewan asistennya atau upayanya sebagai dokter. Ketika film terkininya tidak menggunakan titel Dr. dalam judulnya, di situlah saya cukup penasaran mengapa.

Pada Dolittle versi tahun 2020, sosok Dolittle diperankan oleh Robert Downey Jr. Dolittle kini sudah menikah dan tinggal di sebuah rumah besar bersama para binatang yang membantunya. Malang sang istri tewas dalam petualangannya, membuat Dolittle sedih dan menutup diri dari dunia luar. Suatu hari, seorang anak pemburu bernama Tommy tidak sengaja menembak seekor tupai lalu meminta pertolongan ke rumah Dolittle. Di saat yang sama, Rose datang mencari Dolittle supaya ia datang menyembuhkan ratu Victoria yang sakit keras. Para binatang pun meyakinkan Dolittle untuk keluar rumah karena rumah tinggal Dolittle dan para binatang ada berkat sang ratu. Sesampainya di istana, Dolittle menemukan bahwa sang ratu sakit karena racun dan hendak berpetualang untuk mencari penawarnya.

Dolittle menawarkan petualangan sang dokter bersama para binatang dalam mencari penawar racun berupa tumbuhan yang dipercaya tak ada kecuali oleh sang dokter sendiri. Dalam petualangannya, karakter manusia lain yang ikut berpetualang adalah Tommy yang ingin menjadi murid Dolittle dalam hal mengerti bahasa binatang. Dolittle pun sempat menolak Tommy karena sulitnya ia berinteraksi dengan sesama manusia. Namun, akhirnya Tommy dapat ikut berpetualang yang cukup menegangkan tersebut berkat campur tangan si burung beo. Petualangan yang disajikan pada film cukup straightforward. Dolittle memang menjumpai berbagai masalah, tetapi solusinya seolah diberikan dengan mudah saja sehingga Dolittle tidak pernah benar-benar ada dalam titik terendahnya. Akhirnya petualangan Dolittle kali ini bukanlah petualangan yang spesial. Hanya saja, petualangan kali ini meninggalkan momen yang menegaskan bahwa Dolittle dapat mengerti para binatang berdasarkan perasaannya. Termasuk rasa kehilangan hewan mythical yang sempat menghalangi Dolittle dalam menyelesaikan quest-nya.

Tentang siapa yang telah meracuni sang ratu sebenarnya mudah ditebak sejak babak pertama film, motifnya pun standar. Ia lah yang berikutnya membuat perjalanan Dolittle menjadi tidak lancar. Perjalanan sang dokter dalam mencari zat penawar yang hanya dianggap mitos pun dibumbui rivalitasnya dengan Dr. Mudfly yang iri dengan kepintaran Dolittle beserta keahliannya dalam berbicara dengan para binatang. Dalam mengikuti petualangan Dolittle, ada beberapa kejutan berupa adegan yang tiba-tiba terjadi, yang bagi saya seolah karena adanya beberapa adegan penghubung yang dipotong.

Tommy yang ingin dapat mengerti bahasa hewan memiliki konflik batin dimana ia merupakan penyayang binatang tetapi keluarganya terbiasa berburu binatang untuk bertahan hidup. Sayang premis ini tidak diberikan konklusi di akhir film. Karakter Mudfly pun diberikan kesempatan untuk lebih digali ketika ia beberapa kali terobsesi untuk berbicara dengan binatang juga. Lalu bagaimana dengan para binatang yang muncul di film ini? Sang burung beo, gorila penakut, bebek cerewet, tupai pengamat (hewan yang dilukai Tommy), dan lainnya cukup berhasil menjadi sosok yang membuat anak-anak yang menontonnya tertawa.

Dolittle memang film untuk penonton dalam semua umur, ditegaskan oleh iklan dari pihak bioskop sebelum film ini dimulai (satu lagi inovasi dari pihak XXI). Oleh sebab itu, konflik pada film ini tidak dibuat begitu kompleks dan juga tidak memiliki adegan aksi yang cukup ekstrim. Sebagai sebuah film keluarga yang menyisipkan pesan untuk menyayangi binatang, upaya film ini cukup berhasil. Karenanya saya merasa layak untuk memberikan nilai 6.5 dari 10 untuk film ini.

Leave a comment