Review Film Keramat (2009)

Salah satu film terbaik yang ditayangkan secara gratis di masa Work From Home ini.

Saya perlu berterima kasih kepada pihak Starvision Plus yang minggu lalu telah menayangkan Keramat di kanal Youtube-nya. Karya Monty Tiwa ini konon diklaim sebagai film horor lokal terseram di tahun 2000an. Saya yang pada saat itu belum tertarik dengan film-film horor lokal tentu saja melewatkan film ini. Maka itu, saya bersyukur ketika tahu bahwa Keramat akan ditayangkan secara gratis di Youtube.

Keramat mengisahkan para kru film yang hendak syuting di daerah Bantul dengan para pemerannya memerankan tokoh dengan nama masing-masing. Yang melakukan perjalanan adalah Miea (Miea Kusuma) sebagai sutradara, Sadha (Sadha Triyudha) sebagai asisten sutradara, Dimas (Dimas Projosujadi) sebagai manajer, serta kedua pemain utama, Diaz (Diaz Ardiawan) dan Migi (Migi Parahita). Film senantiasa bergulir dari sudut pandang tim BTS (behind the scene) yang turut menemani, Poppy (Poppy Sofia) yang senantiasa mewawancara para kru dan Cungkring (Monty Tiwa) sebagai kameramen yang baru kelihatan sosoknya di akhir film. Proses syuting mereka dibantu Brama (Brama Sutasara), seorang talent lokal.

Sesuatu yang tak biasa mulai dirasakan sejak mobil para kru dicegat orang tak dikenal yang menyuruh mereka pulang. Migi pun merasa terganggu sosok yang tidak diketahui di penginapan mereka. Kejadian-kejadian aneh lanjut berganti, membuat Miea marah karena rencana syutingnya berantakan. Puncaknya, Migi dirasuki arwah setempat dan membuat kru lainnya mencari paranormal untuk menyembuhkan Migi. Ketika mereka merasa Migi telah sembuh, Migi malah menghilang. Mereka pun mengikuti petunjuk sang paranormal untuk membawa kembali Migi, yang menggiring mereka ke tempat asing.

Menonton Keramat, membuat saya teringat akan Paranormal Activity (2007), film pertama yang saya ketahui memiliki konsep found footage. Maksudnya, sebagian adegan pada film merupakan ilustrasi rekaman video. Bedanya, pada film ini semua adegan berasal dari rekaman video Cungkring yang tak pernah lepas dari kameranya. Menggunakan konsep ini, apa yang kita lihat pada film dibiarkan natural, apa adanya. Tidak ada make up khusus yang dikenakan para pemerannya, latar tempatnya pun tak banyak diubah. Interaksi antar pemain pun tampak natural dengan karakter Miea yang kesal sebagai yang paling tampak. Ia muncul sebagai karakter yang paling temperamental tetapi amarahnya diperlukan guna menegaskan situasi yang dialami para kru di setiap babaknya. Ia juga mengisi slot untuk karakter paling skeptis pada film ini di mana semula ia menganggap remeh teman-temannya yang percaya paranormal. Selain Miea, Poppy pun beberapa kali menampilkan ekspresi yang ekstrem tatkala teman-temannya sedang panik di tempat yang tak mereka ketahui.

Monty tidak pernah menyajikan jumpscare yang dibangun dalam waktu yang relatif lama. Apa-apa yang ia rasa menyeramkan langsung ditunjukkan secara tak terduga. Misalnya, penampakan wanita berpakaian adat yang tiba-tiba lewat atau tatapan mengerikan Migi versi sudah kerasukan yang terekam di siang hari. Begitu juga dengan sosok dan artefak misterius yang ditemukan ketika para tokoh tersesat di “dunia lain”. Para penonton yang sudah was-was akan adegan-adegan menyeramkan berikutnya tetap berhasil dibuat kaget. Untuk menciptakan situasi yang makin menyeramkan, tensi pun ditingkatkan tatkala para tokoh berpetualang di tempat asing demi mencari Migi. Ada pesan tentang memiliki hati bersih yang disampaikan pada plot tersebut, tetapi para tokoh tampak mudah dibuat terdistraksi oleh nafsu masing-masing.

Apa yang terjadi pada Migi berhubungan dengan pesan yang disampaikan film secara eksplisit, tentang kerusakan alam akibat ulah manusia. Melihat apa yang dilakukan para kru film sebelumnya, pesan yang ingin disampaikan menjadi kurang relevan. Tentang mengapa Migi harus dibawa ke alam lain terlebih dulu pun kurang terjelaskan. Baru di akhir film lah naskah menggambarkan kemarahan alam, yang melalui potongan-potongan berita koran pada end credit, dihubungkan dengan salah satu bencana yang benar-benar terjadi. Hal itulah yang membuat penonton makin percaya bahwa film ini berdasarkan kisah nyata.

Andaikan saya menonton film ini pada tahun 2009, maka benar saya akan mengenang film ini sebagai salah satu horor lokal yang berhasil. Namun, ketika menontonnya pada tahun ini, beberapa adegan mencekam malah menjadi tak seram lagi. Oleh karena itu, cukuplah saya memberikan nilai 7.5 dari 10 untuk Keramat.

4 thoughts on “Review Film Keramat (2009)

  1. Pingback: 3 Film Indonesia Terfavorit dari Youtube Selama #DiRumahAja | Notes of Hobbies

  2. Pingback: Review of Review: Movie Journal 2020 | Notes of Hobbies

  3. Pingback: Review Film Keramat 2: Caruban Larang | Notes of Hobbies

Leave a comment