3 Film Indonesia Terfavorit dari Youtube Selama #DiRumahAja

Terhitung sejak bulan Januari, saya sudah menonton 29 judul berbeda di bioskop. Kini bioskop tak lagi dibuka karena pandemi Covid-19 yang entah kapan akan benar-benar bisa dikendalikan di Indonesia ini. Per April 2020 lalu, alih-alih menonton film ke berbagai layanan seperti Netflix, iflix, dan lainnya, saya malah lebih senang menonton sejumlah film yang ditayangkan secara gratis di Youtube. Beberapa production house seperti Starvision Plus dan Hitmaker Studios pun memiliki inisiatif yang bagus untuk memutar kembali film-film lawas mereka di Youtube (baik permanen maupun hingga jangka waktu tertentu). Bagi saya, ini adalah hikmah karena bisa benar-benar menonton sejumlah film Indonesia lama yang relatif bagus meski ada beberapa adegan yang dihilangkan dari versi aslinya yang pernah ditayangkan di bioskop.

Selama 6 bulan lebih masa pandemi, terhitung 17 film Indonesia yang saya tonton di Youtube secara legal karena disediakan secara cuma-cuma oleh PH masing-masing. Judul-judul seperti Rumah Kentang dari Hitmaker Studios atau Heart dari Starvision Plus tidak masuk dalam hitungan tersebut karena saya sudah pernah menontonnya sebelumnya. Dari ke-17 film tersebut, saya mendapatkan tiga judul terfavorit, yang saya harap dapat ditonton lagi melalui layanan streaming seperti Netflix dan Disney+ Hotstar. Berikut adalah ketiga film Indonesia tersebut diurutkan berdasarkan tanggal ketika saya menontonnya.

Sebagai peringatan, saya mungkin akan menyisipkan beberapa spoiler dari film-film yang akan saya bahas. Jadi, bagi kalian yang menghindari spoiler dari ketiga film ini, kalian cukup tahu judul apa saja yang terfavorit bagi saya dan tak perlu membaca alasan saya menyukainya secara seksama.

1. Keramat (2009)

Film ini adalah film yang membuat saya tahu bahwa Starvision Plus memang punya jadwal rutin streaming film-film mereka yang terdahulu di Youtube. Bagi yang belum tahu, silakan cek saja kanal mereka setiap hari Selasa dan Jumat jam 20.00. Sebelum menonton film ini pada bulan Mei lalu, saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa selain bahwa film ini memang benar-benar menyeramkan. Film horor berkonsep found footage ini sesungguhnya memang kalah seram dengan film-film horor lokal belakangan ini. Namun, film ini berhasil membuat saya merinding dalam beberapa momen tak terduga. Apalagi akhir dari film ini mengangkat bencana alam yang pernah terjadi di Indonesia (yakni gempa bumi di Jogja pada 2006) sebagai simbol atas marahnya alam.

Bagian terfavorit saya bukanlah karena film ini menakuti penonton tanpa jumpscare yang berisik. Pesan moral dan lingkungan pada film ini berhasil disampaikan melalui rangkaian adegan menegangkan di “dunia lain” pada paruh kedua film. Para makhluk gaib di dunia lain tersebut tak hanya menasehati mereka yang mencari temannya, melainkan juga menguji hawa nafsu masing-masing, baik melalui harta, tahta, bahkan wanita.

2. Shy Shy Cat (2016)

Satu lagi karya Monty Tiwa dari Starvision Plus yang menarik perhatian saya. Andai saya menonton film ini di bioskop pada 2016 lalu, mungkin film inilah yang menjadi komedi terfavorit saya pada saat itu. Pada drama komedi ini, Monty banyak menyisipkan pesan subtil meski konklusi yang ia pilih bukanlah untuk tiga tokoh utama kita. Film ini juga mengangkat realita kehidupan di pedesaan di mana orang desa sering dipandang sebelah mata oleh orang kota. Di desa pun, adalah hal wajar jika kita menemui suami yang poligami dan wanita yang menikah muda.

Saya menonton film ini berdekatan dengan saat menonton film dokumenter Negeri Di Bawah Kabut (2011). Pada saat yang sama, di media sosial tengah ramai membahas korelasi antara privilege dan kesuksesan seseorang. Sejumlah tokoh pada film ini, sejatinya cukup dapat menjadi representasi tentang siapa saja yang memiliki dan tidak memiliki privilege itu. Inilah yang membuat saya semakin tertarik akan film ini. Selain itu, kedua tokoh utama kita merupakan representasi dari sosok yang berbeda dalam menggunakan privilege yang mereka punya. Mira adalah gadis desa yang lama tinggal di kota, pulang kampung pun karena telanjur berjanji kepada sang ayah. Sementara itu Otoy adalah lelaki yang punya kesempatan berkuliah hingga ke luar negeri, dan ia menggunakan ilmunya dengan pulang kampung demi membangun desanya.

3. Claudia/Jasmine (2008)

Pada suatu Jumat di bulan Juni lalu, saya mendapatkan informasi bahwa film ini akan diputarkan kembali di kanal Youtube Nation Pictures. Saya semula tidak begitu antusias dengan film ini hingga beberapa orang menunjukkan kesenangannya sambil berkata bahwa film ini adalah film drama komedi terbaik pada tahunnya. Berkat film ini juga saya dapat mengetahui definisi genre romcom yang pas. Bahwasanya film ini berhasil membuat penonton turut merasakan jatuh cinta yang dialami kedua tokohnya, Claudia dan Jasmine, dengan sisipan humor yang jujur dan tepat tanpa para pemeran yang ingin sengaja melucu.

Pertama kali menonton film ini, saya hendak memberi nilai 6.5 saja dari 10. Namun, nilai tersebut bertambah satu poin setelah saya menonton untuk kedua kalinya dan menemukan banyak detil. Apalagi, petunjuk bahwa cerita tentang Claudia adalah cerita masa lalu Jasmine sebenarnya sudah diberikan jika kita benar-benar teliti. Misalnya saja, Claudia dan Jasmine versi remaja yang sama-sama menyukai kopi susu. Bagi penonton yang sempat lost ketika menontonnya pun, fakta tersebut adalah sebuah kejutan yang berhasil membayar rasa penasaran akan mau diakhiri seperti apa film tentang kasmarannya dua tokoh berbeda tersebut. Akhirnya, saya lebih menyukai film ini dibandingkan film romance yang kekinian seperti Dilan 1990 (2018) ataupun Dua Garis Biru (2019).

Itulah ketiga film Indonesia terfavorit saya yang sempat saya nikmati lewat Youtube dalam 6 bulan terakhir. Pandemi belum berakhir, maka bioskop-bioskop di Indonesia pun sepatutnya masih belum dibuka. Dalam beberapa bulan ke depan, semoga ada lagi film-film Indonesia lama yang diputar kembali lewat Youtube secara legal. Karena, meskipun bukan film baru, siapa tahu dapat lebih memuaskan penontonnya dibanding rangkaian film baru yang bertebaran di layanan streaming langganan seperti Netflix.

Leave a comment