Review Film The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021)

Ternyata kasusnya tidak mencekam seperti kata posternya

The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021) bisa dibilang berbeda dibandingkan kedua film berjudul The Conjuring sebelumnya. Meski tetap menjanjikan sebuah teror yang mengerikan, konflik utama yang ditemui pasangan Warren kali ini bukanlah sosok arwah pengganggu keluarga yang mematikan. Namun, keduanya kini terlibat dalam sebuah kasus pembunuhan dimana sang pelaku mengaku melakukannya karena sedang kerasukan. Pada film ini pun, kasus tersebut diklaim sebagai kasus persidangan pertama dimana pembelaan sang pelaku berhubungan dengan hal mistis.

Kita akan dibawa ke tahun 1981 saat Ed dan Lorraine mencoba menolong keluarga Glatzel dimana sang anak dirasuki arwah penunggu rumah. Namun, arwah tersebut berpindah pada Arne, pacar Debbie Glatzel, membuat seolah aksi exorcism mereka berhasil. Ketika sedang bekerja dengan Debbie, Arne tak sadarkan diri membunuh bos dari Debbie. Selama proses penyelidikan kasus itu pun, Arne selain didukung Debbie dan pengacaranya juga dibantu oleh Ed dan Lorraine yang kemudian menyelidiki ulang kejadian mistis di rumah keluarga Glatzel. Tujuan keduanya adalah untuk membuktikan bahwa Arne berada dalam kendali roh jahat ketika melakukan pembunuhan.

Film ini tidak lagi disutradarai James Wan, tetapi tetap mempertahankan ciri khas dari film The Conjuring. Sang protagonis kali ini akan jarang berhadapan dengan bahaya yang bersifat mistis. Walaupun begitu, kita tetap akan mendapatkan beberapa jumpscare yang dapat muncul kapan saja. Sebagai fan service bagi penggemar The Conjuring Universe, kita pun akan tetap melihat ruang koleksi benda-benda mistis dari keluarga Warren. Dari segi latar, satu lagi pembeda pada film ini adalah adegan mencekam dapat ditemukan di alam terbuka, tidak harus di rumah berhantu.

Cerita dari film ini secara garis besar terbagi dua. Pertama, menceritakan Arne yang tengah menjadi tahanan sementara selama penyelidikan berjalan. Kedua, tentang upaya Ed dan Lorraine mencari petunjuk akan sosok yang menghantui keluarga Glatzel. Dalam perjalanannya, pasangan Warren pun akan menemukan kasus yang mirip dengan yang menimpa keluarga Glatzel. Dengan demikian, film ini lebih dikelilingi sisi investigasi alih-alih teror yang silih berganti datang tanpa mengizinkan penonton untuk bernafas sejenak. Maka itu, film ini akan sedikit mengecewakan penonton yang merindukan rasa ditakut-takuti makhluk seram. Bahkan kali ini kita tidak akan bertemu sosok seram baru yang khas seperti Annabelle atau Valak.

Yang perlu disayangkan adalah, proses persidangan pada film ini digambarkan dengan sangat minim, bisa dibilang hanya di akhir film ketika keputusan hakim dibacakan. Padahal akan menjadi hal yang menarik bila kita melihat reaksi para hakim dan saksi ketika mendengarkan pembelaan Arne. Reaksi dari media pun hanya ditunjukkan lewat berita koran, tidak terlalu mencengangkan seperti klaim pada poster film bahwa kasus pada film ini “shocked America“. Kita hanya melihat keraguan pengacara Arne ketika pasangan Warren mengklaim ada campur tangan hal mistis dalam kasus pembunuhan ini. Pertentangan akan klaim pasangan Warren ini dapat menambah layer konflik seperti pada The Conjuring 2 (2016) dimana salah satu dokumentasi kasus mereka sempat dikatakan hoax.

Memasuki babak ketiga film, saya pun semakin dibuat kecewa ketika sosok sang antagonis terungkap. Selain bukan merupakan sosok menyeramkan yang ikonik, motif yang diungkapkannya pun dangkal. Konklusi dari film ini pun kembali melibatkan romansa antara Ed dan Lorraine yang cerita pertemuannya juga sedikit dibahas, dengan tambahan plot ikatan cinta antara Arne dan kekasihnya. Maka itu tidak salah jika kita merasa bahwa film ini tidak memberikan sesuatu yang baru terhadap karakter kedua protagonisnya.

5.5/10

Leave a comment