Review Film Suzume

Satu lagi film tentang bencana dari Makoto Shinkai

Setelah Your Name (2016) dan Weathering With You (2019), saya adalah salah satu penonton yang menantikan Suzume. Sama dengan dua karya Makoto Shinkai sebelumnya, Suzume kembali menawarkan cerita bertema bencana alam dengan kemasan romansa remaja. Hanya saja, unsur magis yang dihadirkan sangat tampak dilihat dari travel companion dari protagonis utamanya. Di awal film, kita sudah akan bertemu dengan manusia yang disihir menjadi kursi kayu dan kucing yang dapat berbicara dengan manusia. Ditambah lagi, bentuk bencana yang dihadirkan lebih nyata, tidak lagi berupa metafora dari bencana yang menjadi inspirasi dari ceritanya.

Tokoh utama kita adalah Suzume Iwato, gadis SMA yang tinggal bersama bibinya. Hidup Suzume berubah ketika dirinya bertemu remaja yang mencari pintu di tempat terasing, Sota. Merasa penasaran dengan Sota, Suzume mengikuti jejaknya hingga menemukan sebuah pintu yang ternyata merupakan pintu masuk bencana gempa ke bumi. Pertanda bencana yang hanya dapat dilihat Suzume membuatnya harus membantu Sota menutup pintu-pintu bencana yang lain. Hanya saja, kemunculan seekor kucing yang tiba-tiba dapat berbicara dengan Suzume membuat misi mereka semakin rumit. Kucing yang kelak disebut Daijin tersebut mengutuk Sota menjadi sebuah kursi kecil. Suzume bersama Sota harus segera menutup pintu bencana lain sambil mengejar Daijin demi mengembalikan wujud Sota ke keadaan semula.

Saya selalu menikmati animasi dari film-film karya Shinkai. Kualitas animasi yang diperlihatkan tampak hidup, setiap detilnya begitu mengagumkan. Berkat kelebihan animasi tersebut, saya sudah siap untuk tetap menilai baik film ini bagaimanapun cerita yang disajikannya. Dengan dukungan soundtrack dari RADWIMPS yang menyentuh pada beberapa adegan, hasil arahan Shinkai ini pun senantiasa menjadi sebuah tontonan akan petualangan yang seru untuk diikuti.

Cerita yang dilalui Suzume dikemas sebagai sebuah film perjalanan kala dirinya membawa kursi jelmaan Sota dalam mencari Daijin. Dari setiap kota perhentiannya, Suzume bertemu dengan teman baru yang mengarahkannya ke lokasi pintu bencana yang harus ditutup. Konsep “memori dari perjalanan” diperkuat dengan adanya barang khas yang diberikan pada Suzume setiap kali dirinya hendak melanjutkan perjalanannya. Kemana Suzume harus pergi berikutnya? Fenomena cepatnya penyebaran hal viral di internet secara tidak langsung mengarahkan Suzume dan Sota. Bahkan nama panggilan untuk Daijin pun didapat dari warganet.

Dibandingkan dua film Shinkai sebelumnya, Suzume hadir sebagai yang paling menghibur. Selain adegan kejar-kejaran antara kucing putih dan kursi kayu, masih akan ada momen menggelitik yang dialami Suzume dalam perjalanannya. Dua kejadian yang paling mudah mengundang tawa adalah ketika kursi Sota dijadikan mainan oleh dua anak kecil dan situasi komedi yang melibatkan mobil dengan atap terbuka di babak ketiganya. Hiburan tersebut memberikan pengalaman baru kala menonton karya romansa dari Shinkai.

Unsur romansa pada film ini tampak berkembang begitu cepat. Tiba-tiba Suzume menyukai Sota. Bahkan dialog darinya yang tak menginginkan sebuah dunia tanpa Sota cenderung berlebihan. Sekilas, kekaguman Suzume kepada Sota tampak kurang berdasar. Tidak hanya tentang perasaannya, tetapi keterikatan dirinya dengan barang kesayangannya seperti kursi yang kini ditempati jiwa Sota. Ada kalanya memori dari Suzume dihadirkan ketika ia berinteraksi dengan pintu-pintu bencana yang hendak ditutupnya, tujuannya memberikan petunjuk kecil tentang jati diri Suzume. Petunjuk-petunjuk tersebut mendeskripsikan latar belakang yang solid tentang Suzume dan suasana hati yang selama ini ia alami. Sementara itu, penonton dapat berteori sendiri akan alasan Suzume menyukai Sota.

Di awal tulisan ini, saya menyebut bahwa elemen bencana yang dihadirkan Shinkai kali ini lebih nyata. Selain lebih nyata juga akan terasa lebih personal bagi para penduduk Jepang karena tidak berupa metafora berwujud bencana lain. Bencana tersebut adalah gempa bumi, yang berkaitan dengan makhluk cacing besar pada film. Cacing tersebut juga adalah modifikasi Shinkai terhadap mitologi asli tentang lele raksasa yang memicu gempa bumi. Referensi tentang bencana besar yang pernah benar-benar terjadi di Jepang ini memang digambarkan terlalu subtil. Maka itu, bagi penonton yang tahu dan tidak tahu mengenai peristiwa yang menginspirasi film ini, akan mendapatkan pengalaman emosional yang berbeda.

7/10

1 thought on “Review Film Suzume

  1. Pingback: Review Film Puspa Indah Taman Hati (2023) | Notes of Hobbies

Leave a comment