Review Film Dream Scenario

Ceritanya literally tentang mimpi

Seharusnya di tahun lalu saya bisa menonton dua film yang membahas dampak dari cancel culture. Yang pertama datang dari negeri sendiri dan sudah saya nobatkan menjadi film lokal terfavorit saya untuk tahun lalu. Yang kedua adalah Dream Scenario yang baru ditayangkan secara reguler di bioskop Indonesia pada bulan Februari lalu. Film yang dibawa oleh Ari Aster ini memang unik sebagaimana mayoritas film-film dari A24. Daya tarik utamanya bisa dibilang adalah penampilan pemeran utamanya, Nicolas Cage sebagai pria tua yang kerap putus asa.

Premis dari film yang disutradarai dan ditulis oleh Kristoffer Borgli ini sudah tampak sureal. Paul (Nicolas Cage), seorang profesor biologi yang biasa saja tiba-tiba menjadi terkenal karena muncul di mimpi banyak orang, termasuk milik salah satu anaknya. Di dalam mimpi-mimpi tersebut, Paul hadir sebagai sosok yang hanya tersenyum dan tidak melakukan apa-apa, bagaimana pun suasana yang terjadi di dalam setiap mimpi. Keanehan tersebut membuat Paul geram karena ia tahu bahwa ia seharusnya menolong sang empunya mimpi alih-alih diam saja.

Premis di atas sekilas seperti sebuah misteri atau horor. Logika penontonnya akan mempertanyakan sebab Paul bisa muncul di mimpi orang lain. Ternyata, film ini lebih works untuk disaksikan sebagai sebuah komedi. Karena ceritanya akan bergulir cepat menunjukkan bagaimana sebuah popularitas instan mempengaruhi Paul, yang dikemas secara jenaka. Aspek komedinya pun diperkuat penampilan Cage sebagai bapak-bapak yang berusaha idealis. Tak lupa pula para pemeran pendukungnya, terutama dalam sekuens dimana sebuah agensi ingin memanfaatkan Paul untuk mengiklankan Sprite. Sebuah situasi menarik dimana Paul sudah dianggap sebagai dreamfluencer – istilah yang baru disebutkan menjelang akhir film. Di sini, penulis naskahnya begitu cerdik dalam menggambarkan bagaimana seseorang yang terkenal, tak peduli apa profesi dan keahliannya, dapat mempengaruhi orang lain dengan mudah. Di dunia nyata pun, tak jarang kita menemui tokoh-tokoh yang entah apa kelebihannya, tetapi mudah diakui sebagai seorang influencer yang pendapatnya senantiasa dinanti.

Bila diperhatikan, peran Paul dalam mimpi orang lain bisa dibilang merefleksikan perilakunya sehari-hari. Kepasifan Paul ternyata terlihat juga di dunia nyata kala dirinya merasa tak enakan saat bertemu kemudian berbincang dengan mantan kekasihnya. Ditambah lagi, dirinya tidak bisa bereaksi terhadap kecemburuan sang istri. Ketika dirinya mulai memberanikan diri dalam menentukan caranya untuk berdebat, Paul di alam mimpi tidak lagi berlaku pasif. Ketika Paul bersikap agresif, aksinya dalam mimpi orang lain pun kian mengerikan. Puncaknya, ia muncul sebagai pembunuh di mimpi milik orang-orang.

Di paruh awalnya, film ini sudah menunjukkan salah satu dampak negatif dari popularitas instan, tetapi lingkupnya lebih umum. Paul dan keluarganya sangat mungkin bertemu dengan bahaya sebagaimana publik figur yang memiliki haters. Ternyata paruh keduanya memberikan dampak negatif yang lebih ekstrem, yang penyebabnya masih relevan dengan perilaku judgemental dari masyarakat. Dibandingkan Budi Pekerti (2023), naskah dari Borgli bisa lebih padat dalam meringkas dampak cancel culture yang dialami Paul. Narasinya lebih impactful karena Paul dikisahkan harus bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan, yang hanya terjadi dalam bunga tidur orang-orang. Ketika sebuah klarifikasi dilakukan, nasib yang dialami Paul menjadi lebih perih, membuat film ini menjauhi kesan lucunya. Alih-alih tersenyum, penontonnya akan turut diajak merenung.

Babak ketiganya hadir berusaha lebih dekat dengan realita. Fenomena sureal yang dialami Paul diberikan penjelasan ilmiahnya lewat sebuah elemen sci-fi. Konklusi sejatinya sekilas tampak aneh, saya pun dibuat bertanya-tanya karena merasa tidak puas dengan adegan penutupnya. Namun, adegan tersebut efektif meringkas pengalaman ekstrem yang dialami oleh Paul. Bahwasanya skenario terbaik dari apa yang kita harapkan hanya dapat terjadi dalam mimpi.

7.5/10

1 thought on “Review Film Dream Scenario

  1. Pingback: Multireview Edisi 29: 6 Film Indonesia Mei 2024 | Notes of Hobbies

Leave a comment