Daily Archives: September 1, 2019

Review Film Gundala

Selamat datang di Bumilangit Cinematic Universe

Beberapa waktu lalu, jajaran pemeran para tokoh jagoan di Jagat Sinema Bumilangit (selanjutnya kita sebut saja dengan BCU) diperkenalkan, sebelum Gundala mulai ditayangkan di bioskop. Perkenalan jajaran bintang pemeran utama untuk rangkaian film yang akan diproduksi hingga 3 tahun ke depan ini tentu menandakan BCU adalah projek sinematik yang diproduksi dengan penuh percaya diri akan kesuksesan film perdananya, Gundala. Lalu, apakah Gundala berhasil menjadi film pertama BCU yang tampil mengesankan?

Gundala dibuka dengan mengisahkan Sancaka kecil (Muzakki Ramdhan) yang kehilangan ayahnya yang tewas selagi memperjuangkan keadilan kaum buruh, lalu setahun kemudian ditinggalkan ibunya untuk mencari pekerjaan. Sancaka kecil kemudian melanjutkan hidup sendirian di tengah kekejaman kota, bimbang akan pilihan yang harus ia ambil antara mementingkan diri sendiri atau ikut campur dalam membela yang lemah. Pada babak pengenalan Sancaka kecil ini juga film menunjukkan bagaimana ia mendapatkan kekuatan misterius dari petir dan menjadi seorang yang ahli bela diri. Pilihannya untuk hidup mandiri mengantarkan Sancaka pada hidupnya di masa kini (diperankan dengan sangat akurat oleh Abimana Aryasatya), di mana ia menjadi seorang satpam di sebuah kantor percetakan. Kehidupan dewasa Sancaka pun tidak jauh dari kesulitan saat ia harus terlibat dengan perkelahian antara tetangganya, Wulan (Tara Basro) dan preman setempat. Selesai mengulas latar belakang Sancaka, film berlanjut memperkenalkan sosok Pengkor (Bront Palarae), mafia pengendali para anggota dewan, yang juga memiliki masa lalu sekelam Sancaka. Bedanya, Pengkor kecil memilih untuk melawan kekerasan yang ia dan teman-temannya alami, menjadi alasan selamanya bagi aksi kejam yang ia lakukan setelah narasi pengenalan karakternya.

Bagi yang belum pernah membaca komik Gundala (seperti saya), alur cerita dalam film ini cukup mudah diikuti. Film tampak sangat sistematis dalam menceritakan karakter Sancaka sejak menjadi anak yang tidak memiliki apapun, yang menganut prinsip dari apa yang ia lihat dan siapa yang berinteraksi dengannya. Keputusannya menjalani hidup untuk ia sendiri berubah berkat keterlibatannya dengan konflik dari Wulan. Berseling dengan cerita Sancaka yang terlibat dengan gang battle dan eksplorasinya akan kekuatan yang ia dapatkan dari sambaran petir, film pun memaparkan karakter Pengkor dengan padat dan jelas. Sedikit bicara tentang adegan perkelahian Sancaka lawan banyak orang, pada film ini tampak cenderung repetitif, juga tidak pernah ada scene perkelahian masal yang semendebarkan adegan serupa dalam The Raid 2: Berandal. Tentang apa yang menyebabkan Sancaka disambar petir dan menjadikannya pulih pun tidak dijelaskan dengan rinci, hanya sebatas teori fisika yang Sancaka ketahui. Sancaka dan Pengkor memiliki nasib yang sama, tetapi menghadapinya dengan cara yang berbeda. Scene yang mempertemukan mereka berdua layak ditunggu, diharapkan dapat semenarik pertemuan antara Batman dan Joker pada Batman Begins. Sayangnya scene tersebut baru diberikan pada babak terakhir film, dalam plot yang antiklimaks.

Memasuki sepertiga akhir film, cerita berlanjut tampak terburu-buru. Banyak karakter lain yang ingin dimunculkan sebagai “anak” dari Pengkor, tetapi perkenalan mereka hanya sebatas gambaran tentang latar belakang mereka yang bermacam-macam. Tokoh-tokoh tersebut diperankan berbagai bintang seperti Hannah Al Rashid, Asmara Abigail, hingga Cecep Arif Rahman, yang aksinya paling ditunggu. Adegan laga yang mereka tampilkan sayangnya tidak istimewa, bahkan beberapa gerakan bertarung mereka tampak seperti sedang latihan koreografi. Penonton pun sebaiknya tidak terlalu berharap untuk dapat melihat aksi Sancaka dalam mengalahkan mereka semua, karena film memberikan penyelesaian mudah untuknya. Akhirnya keseluruhan aksi mereka pun membuat film ini mengulang kesalahan Wiro Sableng yang adegan pertarungan terakhirnya terlalu ramai dengan tokoh-tokoh baru. Bahkan kemunculan tokoh tak terduga lainnya pada akhir film cukup mencuri perhatian dan lebih berkesan dibanding Sancaka yang notabene bintang utama pada film ini. Alhasil ending yang dipilih film ini tidak membuat Sancaka menjadi tokoh yang paling berkesan. Mungkin karena film ini terlalu bersemangat dalam membangun pondasi untuk jagat sinema Bumilangit.

Isu yang dijadikan konflik, atau lebih tepatnya bencana sosial pada film ini cukup mudah untuk dibayangkan. Karena Joko Anwar mengilustrasikan konflik sosial yang terjadi pada masa kini. Sebagai contoh, kehadiran mafia di antara para anggota dewan, menebar kepanikan melalui hoax, keributan yang destruktif dan merugikan rakyat kecil, juga definisi “amoral” menurut Joko sendiri. Bagi masyarakat yang mengalami permasalahan tersebut, Joko menggambarkan Gundala sebgai sosok yang menginspirasi masyarakat untuk tampil berani. Efek “membuat berani” inilah yang membuat kehadiran Gundala istimewa bagi rakyat, bukan berkat kekuatan luar biasa yang ia tunjukkan.

Bahas CGI? Usaha departemen visual di sini sudah terlihat, kok.

Efek CGI yang digunakan dalam film ini tentunya masih memiliki kekurangan, tapi secara visual tidak mengganggu. Bicara tentang komponen film lainnya, film ini tentu memiliki easter egg yang mengarah pada film lainnya dari Joko Anwar. “Film gue, universe gue,” mungkin begitulah ciri khas Joko yang kali ini cukup menggelitik. Secara dialog, tokoh-tokoh pada film ini cenderung menggunakan bahasa baku. Walaupun demikian beberapa dialog tetap quotable, ada juga yang berhasil membuat tertawa ketika mendengarnya. Mengikuti trend film-film superhero dari Barat, film ini pun turut memberikan mid credit scene. Namun scene tersebut, dibandingkan dengan akhir film yang sesungguhnya, membuat saya beranggapan bahwa sang sutradara harus memilah lagi adegan mana yang dimasukkan kedalam akhir film, dan adegan mana yang akan dijadikan sebagai credit scene.

Hingga film berakhir, saya antara suka dan tidak suka dengan film pertama dari BCU ini. Tidak suka karena gagal menyajikan aksi heroik yang mengesankan dan dapat dinikmati, tetapi suka karena film ini berhasil membuka jagat Bumilangit dengan sempurna. Setelah menontonnya pun saya langsung penasaran untuk membaca kisah Gundala dari komiknya. Nilai akhir saya untuk film ini pun hanya sebesar 6.5 dari 10, karena bagi saya angka 7 pun belum layak didapatkan film ini.