Review Film Kelam

Melihat anak kecil dan boneka kelinci, apakah kamu ingat Belenggu?

Beberapa bulan lalu, Aura Kasih bermain dalam film horor yang cukup baik tetapi kurang dipromosikan, Pintu Merah. Mengingat hal itu, saya langsung penasaran dengan penampilannya dalam film horor terbaru produksi Open Door Films. Tentu saya mengekspektasikan kualitas cerita sebaik naskah dalam Pintu Merah dalam film ini. Lalu, apakah film ini benar sebaik Pintu Merah?

Kelam menceritakan Nina (Aura Kasih) dan anaknya, Sasha (Giselle Tambunan) yang harus pindah sementara ke rumah ibunya Nina karena sang ibu sedang sakit. Di rumah ibunya, Nina juga tinggal bersama Fenny (Amanda Manoppo), adiknya. Kejadian aneh menimpa Sasha sejak ia pindah, membuat penyakit jantungnya kambuh. Untung Sasha mendapatkan donor jantung dari seorang anak bernama Tiara. Anehnya, setelah kembali pulih Sasha bertemu dengan teman khayalannya dan hal-hal mistis mulai dialami di rumah mereka. Yang sempat mencuri perhatian yaitu tokoh Sasha yang sekali berubah kepribadian seolah sedang dirasuki, ditunjukkan perubahannya bertutur kata, nyatanya tidak.

Kejutan tanpa scoring penyayat telinga ini sesungguhnya juara.

Film diawali dengan mimpi Nina yang ternyata adalah kunci dari misteri yang meneror keluarganya di sepanjang film. Sejak mimpi tersebut, film tampak apik dalam menanam satu persatu petunjuk akan asal mula arwah yang muncul. Setiap kali petunjuk tersebut diletakkan, film senantiasa mempersilakan penonton untuk berteori sendiri akan asal mula arwah yang meneror Nina dan keluarganya. Momen-momen kunci seperti ucapan maaf ibunya Nina dan adanya kamar bayi kosong di rumah itu, dijelaskan melalui momen yang pas. Setiap momen kunci dibarengi dengan backstory Nina dan penyelesaian konfliknya dengan ibunya sendiri. Itu menunjukkan konsistensi naskah dalam mengeluarkan benang merahnya berangsur-angsur. Bahkan ketika ada plot yang mematahkan teori/prediksi penonton, film memberikan petunjuk baru yang mempersilakan penonton kembali berteori, hingga memasuki bagian akhir film.

Saya yang menyaksikan peran Aura Kasih sebagai Aya dalam Pintu Merah cukup kecewa dengan perannya sebagai Nina pada film ini. Karakter Nina cukup berbeda dibandingkan Aya. Ia digambarkan sebagai seorang yang kurang open minded, ia mendapatkan porsi sebagai seseorang yang bersikeras tidak mempercayai hal mistis pada film horor serupa. Ia kurang reaktif atas segala hal aneh yang menimpanya, seakan menganggap semua angin lalu. Karakter Fenny dibuat lebih open minded, yang lebih sering menguak misteri pada film.

Pendeknya durasi film membuat beberapa plot disajikan secara terlalu pendek. Film seringkali berpindah suasana, lupa meninggalkan konklusi akan adegan-adegan menyeramkan yang disajikan. Untuk sebuah film yang berdurasi 75 menit, saya cukup kaget ternyata time scope cerita dari film ini bisa sampai 2-3 bulan. Film pun lupa untuk membuktikan temuan kunci yang digunakan untuk mengembangkan cerita, seperti bukti bahwa boneka Tiara tetap ada di atas kuburannya, atau kapan pertama kali Sasha ketahuan mengobrol sendiri.

Sebagai sebuah film horor, Kelam tidak jauh dari kriteria film-film horor lokal papan menengah kebawah. Hal pertama yang janggal adalah setting rumah keluarga Nina sendiri, yang membiarkan sang ibu yang sakit tinggal di kamar yang paling susah dilalui dan relatif berbahaya (diapit balkon dan tangga). Untuk menambah kesan seramnya, film memberikan jumpscare salah guna, membiarkan si hantu kecil menghantui orang yang tak bersalah, Fenny. Tujuan si hantu ini sebenarnya jelas, tetapi sebab akibatnya dibuat tak konsisten. Apakah si hantu cilik ingin membalas dendam, mencari teman, atau mencari ibunya? Jika ingin membalas dendam, tentu ia tak harus menunggu Nina dan Sasha pindah ke rumah itu. Jika ingin mencari ibunya, mengapa ia tidak menghantui Nina sejak awal? Film menjawab perihal motif si hantu di akhir film dengan lebih membingungkan, dengan membiarkannya tetap menghantui walaupun asal usulnya sudah terkuak. Bahkan bagi saya tragedi yang dialami Nina dan Fenny di akhir film tidak perlu terjadi.

Efek CGI terhadap hantu pada film ini membuat saya kembali harus mengatakan bahwa Kelam adalah film horor bercitarasa FTV yang ditayangkan kamis malam. Melihatnya, saya menjadi batal takut dan malah ingin menahan tawa. Penampakan sang hantu pun tak konsisten tampilannya dan berlebihan, membuat film berada dalam golongan film horor yang “asal banyak penampakannya”.

Hasil akhir dari Kelam adalah sebuah film horor yang penuh inkonsistensi, termasuk mengenai karakter dan motif si hantu cilik. Side conflict pada film ini pun kurang berasa, karena akhirnya harus diselesaikan dengan campur tangan si hantu alih-alih diselesaikan dengan tokoh manusianya sendiri. Melihat inkonsistensi sana-sini dan kualitas visual penampakan di film ini, saya tak bisa memberikan nilai lebih dari 4 dari 10 untuk film ini.

Leave a comment