Review Film Start-Up

Apakah film ini tentang founder dari sebuah perusahaan yang dibangun dari nol?

Mengingat kita sedang memasuki revolusi industri 4.0, wajar jika saya semula mengira Start-Up adalah film tentang seorang anak muda yang mendirikan perusahaan bersama teman-temannya. Ternyata tidak, frase Start Up pada judul film ini adalah ungkapan untuk memulai apa yang kita ingin lakukan ketika beranjak dewasa. Film ini pun ternyata adalah adaptasi sebuah webtoon berjudul sama. Setelah menontonnya, saya pun mendapatkan sebuah tontonan yang memiliki pesan serupa seperti Parasite, tetapi lebih mudah untuk ditangkap. Pesan apakah itu?

Start-Up menceritakan Taek Il yang kabur dari rumah karena menentang keinginan ibunya untuk melanjutkan studi. Ia ingin hidup sendiri, langsung mencari pekerjaan, alih-alih meninggikan status pendidikannya. Memasuki lingkungan baru, Taek Il mendapatkan pekerjaan sebagai pengantar makanan di sebuah restoran Cina sederhana. Di sana ia bertemu koki misterius yang tak segan memukulnya, Geo Seok. Selama tinggal di kota yang baru, ia pun kerap bertemu perempuan tomboi yang gemar tinju, Kyung Ku. Ibu dari Taek Il adalah mantan atlet voli yang bekerja di sebuah restoran. Seperginya Taek Il dari rumah, ia menggunakan tabungannya untuk membuka sebuah kedai roti kecil di tengah kota. Selain cerita tentang Taek Il dan ibunya, kita pun akan menyaksikan cerita Sang-pil, teman Taek Il yang bekerja untuk sebuah perusahaan finansial untuk menghasilkan uang. Nyatanya, perusahaannya adalah rentenir dan ia mendapatkan jobdesc untuk menagih hutang, utamanya dari para pengusaha kecil.

Sebagai sebuah sajian komedi, film ini secara mengejutkan tampil menghibur berkat penampilan Ma Dong-seok sebagai Geo Seok. Tidak seperti perannya pada film-film sebelumnya, di sini ia menjadi sosok yang mengundang tawa karena wignya. Ada kalanya kita akan melihat ia sebagai lelaki konyol yang menari karena lagu dari Twice, ada kalanya pula ia berubah menjadi sosok yang sadis. Tentang siapa dia sebenarnya akan diungkap menjelang babak ketiga film, yang menjelaskan mengapa ia memiliki pukulan yang kuat tetapi tidak ingin terlibat dalam sembarang keributan. Hiburan lain juga diperlihatkan setiap kali Taek Il dihajar oleh tokoh lainnya seperti Geo Seok dan Kyung Ku karena karakternya yang sok jagoan. Meski repetitif, adegan dihajarnya Taek Il tetap menghibur sekaligus menegaskan karakternya yang keras kepala.

Saya kurang bisa masuk mengikuti cerita dari Taek Il karena film kurang menggambarkan apa yang membuat ia berkarakter seperti sekarang. Ia diceritakan menganggur dan enggan sekolah, juga hanya tinggal dengan ibunya yang mmebiayainya secara pas-pasan. Versi perempuan dari karakter Taek Il adalah Kyung Ku, yang seumuran dengannya, juga sama-sama kabur dari rumah ke kota lain. Meski pandai bela diri, ada saatnya kita akan melihat Kyung Ku babak belur dan dihajar karena juga sok jago. Dengan demikian, Kyung Ku adalah karakter Taek Il versi lebih jago berkelahi. Hanya saja, kita akan kurang dapat memahami motivasi Kyung Ku untuk kabur dari rumah dan bertahan hidup sendiri.

Secara garis besar, film ini akan terbagi dalam tiga plot. Pertama, tentang Taek Il yang tinggal di rumah bosnya bersama karyawan restoran lainnya. Kyung Ku pun nantinya akan bekerja di restoran yang sama dengan Taek Il. Kedua, tentang perjuangan ibu Taek Il yang membuka usaha baru sambil mengkhawatirkan anaknya. Ketiga, tentang pekerjaan Sang-pil sebagai rentenir dan motivasinya memilih jalan tersebut. Ketiganya tentu akan saling bertemu membawa isu yang ingin diangkat lewat film ini, yang lagi-lagi tentang status sosial di Korea. Kita akan menyaksikan fenomena seperti atlet yang kurang diapresiasi, dan orang-orang kaya yang berlaku seenaknya di jalanan. Pesan yang paling utama ingin disampaikan adalah tentang rentenir yang menyusahkan pengusaha kecil karena jumlah bunga yang harus mereka bayar. Resolusi dari konflik utama pada film ini disajikan dengan cukup menegangkan meski memiliki scene yang membuat saya berpikir “Mengapa tidak dari awal mereka melawan?” Scene tersebut juga seolah mengabaikan karakter para tokoh yang sebenarnya tangguh seperti Kyung Ku dan ibunya Taek Il.

Selain belajar untuk memilih pekerjaan yang kita sukai dengan nyaman, kita pun akan semakin waspada dengan bahaya riba selepas menonton film ini. Meski kita tak bisa benar-benar masuk ke dalam karakter Taek Il ataupun Kyung Ku, film ini tetap terbilang berhasil dalam menyampaikan kritik sosialnya. Karenanya, saya tetap memberikan nilai 6 dari 10 untuk Start-Up.

Leave a comment