Review Film 1917

Film perang yang layak mendapatkan banyak penghargaan di tahun ini.

Menonton sebuah film tentang perang adalah sesuatu yang cukup baru bagi saya. Saya jarang menonton film yang berlatarkan masa perang, jarang pula mendapatkan momen yang menegangkan ketika menontonnya. Pada tahun ini, 1917 menjadi salah satu film yang menarik bagi saya karena semua orang kagum dengan sinematografinya. Lalu, apakah naskahnya juga termasuk cerita yang istimewa di tahun ini?

1917 menceritakan dua prajurit Inggris yang semasa Perang Dunia I diperintahkan mengirimkan pesan kepada Kolonel Mackenize, pemimpin resimen Devonshire. Mereka adalah kopral Will Schofield dan Tom Blake, dan pesan yang hendak disampaikan adalah untuk membatalkan penyerangan ke wilayah tentara Jerman yang sudah mundur untuk menjebak pasukan Inggris. Mereka berdua harus meneruskan pesan tersebut sebelum pagi atau nyawa 1600 pasukan akan terancam, termasuk kakak dari Tom, Letnan Joseph Blake.

Hal istimewa dari film ini adalah kamera yang selalu mengikuti perjalanan Schofield dan Blake. Dengan demikian apa yang akan kita lihat adalah apa-apa yang berada dalam jangkauan penglihatan keduanya. Mulai dari parit buatan resimen mereka, prajurit seperjuangan yang berpas-pasan dengan mereka, hingga mayat para tentara yang tersebar sejak wilayah perbatasan. Film tidak sekalipun berpindah ke adegan lain seperti kecemasan kolonel yang memperintahkan mereka, kondisi pasukan Mackenize sebelum hari penyerangan, ataupun musuh yang menanti Schofield dan Blake. Pesan kemanusiaan dari film ini pun coba disampaikan melalui apa yang keduanya alami, seperti ketika berhadapan dengan pilot Jerman yang sekarat dan bertemu dengan warga Perancis yang bersembunyi dan kekurangan bahan makanan.

Film ini mengikuti pengalaman pemeran utamanya yang berjalan (dan sedikit berkendara) menuju tempat tujuan. Dengan demikian pace yang dimiliki terbilang lambat dan beberapa kali memang membuat saya mengantuk. Namun, ketika saya mengantuk saat menonton, film ini kerap memberi kejutan seperti ledakan atau serangan mendadak yang menghilangkan kantuk saya. Menggambarkan perjalanan tokoh utama dari awal hingga akhir, kita akan mengira film ini diambil dengan single take yang sangat panjang. Namun lagi, kenyataannya film ini terdiri dari beberapa shot yang “dijahit” dengan mulus sehingga pada hasil akhirnya kita tidak akan kehilangan fokus dari para pemeran utama. Selain hasil akhir filmnya, saya juga mengapresiasi penggambaran situasi wilayah perang yang mendetail pada film ini berdasarkan mayat para prajurit yang berserakan di wilayah perbatasan hingga bangunan yang ditinggalkan para prajurit Jerman.

Dalam misi mereka, waktu adalah musuh utama.

Pesan paling efektif yang disampaikan pada film ini tentu terletak pada bagian akhir. Reaksi Mackenize pada akhir film menggambarkan pesan bahwa perang sebaiknya tidak dilakukan meski sebelumnya ia sangat antusias dengan rencana penyerangannya. Keselamatan para prajurit sejatinya lebih penting karena mereka juga adalah manusia yang kepulangannya dinanti keluarga masing-masing, yang ditegaskan oleh scene terakhir.

Memikirkan berapa nilai yang akan saya berikan untuk film ini, semula saya memikirkan angka 8. Namun, film ini dieksekusi dengan teknis yang istimewa, membuat saya menaikkan nilai untuknya menjadi 8.5 dari 10.

Leave a comment