Review Film Claudia/Jasmine (2008)

Film ini benar-benar menjelaskan pada saya makna dari genre “romantic comedy”

Semula saya tidak tertarik ketika melihat pengumuman bahwa Nation Pictures akan menayangkan Claudia/Jasmine (2008) secara terbatas di kanal Youtube-nya. Orang lain yang membacanya kebanyakan antusias karena menurut mereka, inilah film Indonesia terbaik di tahun 2008. Penasaran, saya pun melihat sekilas prestasi yang sempat diraih film ini, yang ternyata pernah mendapatkan empat nominasi FFI. Ketika saya menontonnya sendiri pun, saya langsung menaruh film ini sebagai salah satu film lokal terfavorit saya dari tahun 2000-an. Mengapa?

Claudia/Jasmine, sesuai dengan judulnya menceritakan kisah cinta dua wanita beda usia. Claudia (Kirana Larasati) adalah siswi SMA yang menanti kehidupan pernikahan. Walaupun begitu, ia belum pernah berpacaran. Ia santai memikirkan urusan asmaranya karena percaya setiap orang sudah memiliki jodoh masing-masing. Ia sedang didekati oleh Olaf (Fikri Ramdhan), tetapi ia cenderung hanya memanfaatkan Olaf dan mengabaikan perhatiannya. Suatu hari, ia bertemu Tody (Andhika Pratama), cinta pertamanya, sekaligus sepupu Olaf, ketika mereka berdua hendak menolong Olaf dari geng yang memalaknya. Keduanya semakin dekat lalu menjalin hubungan hingga sebuah peristiwa yang mengancam hubungan mereka.

Kisah cinta Claudia diceritakan secara bergantian dengan cerita Jasmine (Kinaryosih). Di pesta pernikahan temannya, ia bertemu dengan Jerry (Nino Fernandez). Seumur hidup, Jasmine baru pernah merasakan cinta satu kali, ketika SMA. Setelahnya, Jasmine cenderung menutup hati. Ia selalu gagal menjalin hubungan walaupun sudah dibantu oleh teman dan ibunya, karena sering melihat kekurangan pria yang mendekatinya. Ketika bertemu Jerry, Jasmine merasa sangat cocok dengannya, suka dengan keromantisannya. Namun, Jasmine memiliki masa lalu kelam yang membuatnya ragu apakah Jerry akan menerima dirinya.

Ketika menonton cerita tentang Claudia, suasana kasmaran yang digambarkan cukup menyenangkan. Perasaan tersebut sukses digambarkan melalui ekspresi Claudia yang beberapa kali di-close up. Adegan Claudia dan Tody yang bertelepon sampai pagi hari lebih mesra dibandingkan adegan bertelepon manapun dari Dilan dan Milea pada trilogi Dilan. Hanya saja, cinta segitiga antara Claudia, Tody, dan Olaf kurang digali. Kita pun hanya merasakan kebersamaan Claudia dan Tody sebentar saja. Wajar karena kisah Claudia mendapatkan jatah penceritaan yang lebih sedikit. Namun, kisah Claudia tetap memiliki akhir yang berkesan karena ditutup adegan yang cukup emosional antara anak dan kedua orang tuanya.

Beralih ke Jasmine, film memiliki banyak ruang dan konflik untuk dieksplorasi. Jasmine adalah seorang SPG yang sedang menabung guna bisa memiliki usaha sendiri. Ia memiliki dua sahabat yang juga memiliki masalah masing-masing, berbeda dengan teman SMA dari Claudia yang hanya dijadikan tempelan teman akrab oleh naskah. Menceritakan kebersamaan ketiganya, film banyak mengupas keburukan pria dan wanita ketika menjalin suatu hubungan. Obrolan mereka menunjukkan bahwa tidak ada pria yang sempurna. Dari sudut pandang wanita, mereka pun tak ragu mengakui kekurangan wanita seperti rela menemani pasangan yang menyebalkan dan suka berkata “tidak tapi iya”. Topik ini nantinya akan relevan dengan Jasmine yang selalu mencari-cari kekurangan pria yang mendekatinya. Tentang hubungannya dengan Jerry, film hanya cukup menggambarkan hangatnya kebersamaan mereka. Untung saja, melalui hubungan mereka film sempat berpesan bahwa sikap romantis juga dapat ditunjukkan dengan perlakuan menghormati wanita, bukan hanya melempar rayuan.

Dari kedua cerita yang disampaikan, situasi komedi yang disisipkan sukses menghibur. Dalam cerita Claudia, adegan perkelahian yang menegangkan dapat dikemas secara jenaka. Adegan kekecewaan Olaf yang biasanya mengharukan pun diberikan punchline yang menggembirakan penonton. Sesuai dengan umur tokohnya, komedi dalam cerita Jasmine kadang lebih dibawa ke ranah dewasa. Sejumlah lelaki yang gagal mencuri hati Jasmine pun diceritakan dengan nuansa menyenangkan. Setiap dari mereka pasti dapat membuat penonton tertawa. Kemunculan Sakurta Ginting yang kelucuannya turut mewarnai film ini pun cukup mencuri perhatian.

Menceritakan dua kisah berbeda latar secara bersamaan, film terkadang menggunakan transisi match-cut adegannya. Misalnya ketika ada telepon berdering untuk Jasmine, film beralih ke cerita Claudia yang hendak mengangkat telepon. Karena film memiliki batasan berupa durasi, semula alur keduanya cukup membingungkan. Saya hampir bosan sambil menerka akan diberikan akhir yang bagaimana dua kisah yang berbeda ini. Saya pun bertanya-tanya apakah kedua cerita pada film akan dipertemukan pada babak ketiga? Kesabaran saya berbuah hasil, film memberikan plot kejutan yang membuat saya ingin berkata “Wow! Amazing!” Dengan demikian, babak ketiga dari film sukses membayar rasa penasaran saya. Kelanjutan ceritanya pun penuh pesan yang powerful tentang menerima masa lalu dari pasangan kita. Bahkan ada seorang tokoh yang menegaskan bahwa jika orang yang kita suka tak dapat menerima masa lalu kita, maka ia tak pantas untuk kita. Sungguh babak ketiga yang romantis dan berhasil ditutup dengan manis.

Keunggulan lain dari film ini adalah adanya soundtrack dari Maliq n D’Essential yang sangat pas dengan cerita dari Claudia dan Jasmine. Cerita cinta pertama Claudia kerap diiringi lagu Hanya Kau yang Bisa yang ceria, apalagi ketika sampai pada lirik “Hanyalah dirimu yang bisa membuat diriku merasa seakan melayang seolah ku terbang”. Sementara itu, lagu Dia sangat cocok untuk menggambarkan cerita Jasmine yang akhirnya membuka pintu hatinya untuk Jerry, cinta terakhirnya. Saya pun langsung tersadar bahwa saya memang menyukai kedua lagu tersebut saat tahun 2008 silam.

Saya tak menduga bahwa naskah dari film ini menyenangkan untuk diikuti. Tak disangka pula bahwa film ini menjadikan minuman favorit kedua tokoh utamanya sebagai metafora suasana hati masing-masing. Porsi cerita romansa dan komedi yang diberikan pada film pun berada pada takaran yang pas. Ketika memikirkan nilai yang akan saya berikan untuk film ini, angkanya seolah senantiasa bertambah sejak saya menontonnya pertama kali. Hingga saya menyelesaikan tulisan ini pun, akhirnya saya menetapkan nilai 7.5 dari 10 untuk Claudia/Jasmine.

1 thought on “Review Film Claudia/Jasmine (2008)

  1. Pingback: 3 Film Indonesia Terfavorit dari Youtube Selama #DiRumahAja | Notes of Hobbies

Leave a comment