Review Film Generasi Micin (2018)

Apakah film ini benar bercerita tentang generasi kini, Generasi Micin?

Cerita pada Generasi Micin (2018) tidak dibuka dengan pengenalan karakter utamanya, Kevin (Kevin Anggara), melainkan ayahnya, Anggara (Ferry Salim). Dikisahkan Anggara adalah pedagang yang bekerja keras. Ketika menikah, ia menjanjikan ruko mewah pada istrinya (Mellisa Karim), yang belum terwujud hingga masa kini. Cerita kemudian beralih ke masa kini, menunjukkan Kevin yang membawa karakter generasi kini (kelak disebut generasi micin) yang enggan bersosialisasi dan banyak menghabiskan waktu di depan game dan komputer. Film pun turut memperkenalkan Trisno (Morgan Oey), paman Kevin yang diceritakan berasal dari generasi 90-an yang sebenarnya pintar tapi lamban. Mengumpulkan ketiga tokoh tersebut, tujuan film membandingkan generasi kini dengan generasi orang tua kita sudah tercapai, tetapi hanya sebatas permukaan. Bergulir ke babak keduanya, film ini seolah tidak jelas tujuannya ingin bercerita tentang apa dan berhenti membandingkan ketiga generasi yang diwakilkan ketiga tokoh tersebut.

Alih-alih membandingkan generasi kevin dengan generasi ayah dan pamannya, film lebih banyak menceritakan aksi Kevin dan teman-temannya di sekolah. Bisa dibilang sebagian besar film ini adalah visualisasi dari buku harian Kevin ketika menghabiskan masa SMA. Kevin yang sulit bergaul dikisahkan memiliki 3 teman dekat, Dimas (Joshua Suherman) yang terobsesi menjadi boyband Korea, Bonbon (Teuku Ryzki) yang pelupa, dan Johanna (Kamasean Matthews) yang merupakan anak tentara. Kevin dan teman-temannya merasa bosan dengan kehidupan sekolah mereka. Kevin pun hanya ingin berinteraksi dengan Chelsea (Clairine Clay) di luar kelas karena ia adalah pujaan hatinya.

Kevin yang merasa masa sekolahnya hanya begitu-begitu saja, dan juga sudah meninggalkan hobi lamanya, tetiba mendapatkan ide untuk menjadi anak nakal di sekolahnya. Ia mengikuti tantangan untuk membuat rangkaian prank berturut-turut dari sebuah website. Lantas film menayangkan berbagai kenakalan Kevin (dan teman-temannya) di sekolahnya, seperti mencorat-coret wajah kepala sekolah di spanduk dan mengagetkan guru matematikanya. Mereka pun malah sempat terlibat dalam suatu kasus kesalahpahaman dan terobsesi memecahkan kasus di dalam sekolah mereka seperti para tokoh dalam Catatan Akhir Sekolah. Kenakalan Kevin yang kurang diangkat motifnya, juga website prank yang di akhir tidak lagi dibahas asal-usulnya, kelak akan mematik konflik dengan Aldo (Ari Irham), anggota klub Inggris yang juga seorang Youtuber.

Sebagai sebuah tontonan komedi, film ini terlalu banyak mengajak penontonnya tertawa. Sayangnya, yang kelak ditertawakan penonton adalah para tokohnya yang sengaja dibuat bodoh dalam setiap suasana. Misalkan, adegan para orang tua teman-teman Kevin yang memarahi anak-anaknya di depan kepala sekolah, ataupun kemunculan hansip yang diperankan Erick Estrada yang membiarkan maling di RT sebelah. Adegan-adegan humor tersebut sebagian tidak lucu dan malah menjadi menyebalkan karena peran-peran penting di dunia nyata seperti hansip dan guru yang dibuat bodoh. Hiburan yang genuine malah muncul dari tokoh-tokoh non-komedian seperti Joshua dan Cici Tegal yang memplesetkan Kroya dan Korea juga Ari Irham yang tiba-tiba berdialog bahasa Sunda setelah memaksa lawan bicaranya berbahasa Inggris.

Menuju babak ketiga, film kembali ke jalur yang agak serius dengan menyisipkan pesan utamanya dalam sebuah adegan lomba debat. Sebuah cara yang menunjukkan bingungnya penulis naskah dalam meninggalkan pesan dari cerita yang dibawa asyik sendiri pada babak kedua. Pesan tersebut tentu berhubungan dengan opini masyarakat tentang generasi kini yang banyak bergantung pada teknologi dan menginginkan segala hal dengan instan, secepat cara bicara Kevin.

Secara keseluruhan, perlu saya ulangi bahwa film ini lebih terasa sebagai diary Kevin semasa SMA, yang semula hanyalah siswa generasi kini biasa lalu mencoba meninggalkan kesan luar biasa. Hubungannya dengan Chelsea pun kurang dikembangkan lagi dan berakhir tanpa konklusi yang pas. Jika harus memberikan nilai, saya memberikan angka 4 dari 10 untuk Generasi Micin (vs Kevin).

Leave a comment