Review Film Mencuri Raden Saleh

Sebuah gebrakan akan perfilman Indonesia yang perlu dirayakan

Di tengah gempuran film drama romansa dan horor yang mulai rutin mengisi bioskop kita seminggu sekali, sebuah film dengan genre yang relatif segar dirilis oleh Visinema Pictures. Mencuri Raden Saleh tampil sebagai film heist pertama yang mereka hadirkan. Karena mengusung tema yang cukup baru, film yang naskahnya ditulis Angga Dwimas Sasongko dan Husein M. Atmodjo ini pun turut menjabarkan tahapan dalam rencana heist yang ingin dilakukan oleh para tokohnya. Alasannya, supaya setiap penonton mudah memahami tujuan dari aksi yang dihadirkan pada setiap adegan.

Sebulan sebelum menonton film ini, saya sempat menonton film heist lainnya, Way Down. Salah satu kekurangan film tersebut adalah minimnya eksplorasi motivasi dari kelompok pencurinya untuk melaksanakan aksinya. Pada film ini, motivasi para tokohnya untuk terlibat dalam sebuah aksi pencurian diceritakan cukup lama demi menggali latar belakang mereka. Maka durasi 154 menit akan dirasa pas diisi drama tentang motivasi karakter, rangkaian adegan persiapan aksi, beserta eksekusi atas aksi pencurian yang mereka lakukan.

Kita akan bertemu Piko (Iqbaal Ramadhan), mahasiswa yang membutuhkan banyak uang untuk membayar pengacara ayahnya. Piko bersama sahabatnya, Ucup (Angga Yunanda) mendapatkan tawaran dari Dini (Atiqah Hasiholan) untuk memalsukan lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro yang dibuat Raden Saleh. Piko memang sudah biasa membuat barang-barang tiruan, termasuk lukisan mahal. Ketika lukisan palsu tersebut selesai, Piko dan Ucup malah mendapatkan tawaran yang lebih besar, dan tidak bisa ditolak karena mengancam keselamatan mereka. Mantan presiden Permadi (Tio Pakusadewo) yang datang bersama Dini meminta mereka untuk menukarkan lukisan palsu mereka dengan lukisan asli di istana negara. Modal untuk merekrut tim pencurian pun mereka dapatkan. Hanya saja, mereka bukan pencuri profesional.

Premis itulah yang membawa kita berkenalan dengan anggota tim lain yang Piko dan Ucup rekrut. Kita akan berkenalan dengan Sarah (Aghniny Haque) – pacar Piko yang merupakan atlet PON, Tuktuk (Ari Irham) dan Gofar (Umay Shahab) – dua bersaudara yang mengelola bengkel ayah mereka, dan Fella (Rachel Amanda) – bandar judi yang memikat Ucup. Sarah akan menjadi anggota yang paling sering berkelahi, Tuktuk direkrut untuk menjadi pengemudi handal, Gofar adalah ahli mekanik, sementara Fella adalah negotiator yang menyempurnakan teknis dari heist plan mereka. Keempatnya melengkapi Piko yang ahli membuat replika dan Ucup yang merupakan ahli komputer. Semuanya memiliki motivasi untuk ikut bergabung, yang mudah dimengerti. Ada yang demi mendapatkan uangnya, ada yang demi mencari tantangan baru, ada pula yang motivasi pribadinya paling kurang digali dan cukup kita anggap sekedar membantu teman yang membutuhkan.

Sejak menit awal, naskah sudah menunjukkan kemampuan masing-masing anggota kelompok (kelak disebut komplotan) pencuri yang terbentuk. Mereka sama-sama belum memiliki pengalaman dalam melakukan sebuah aksi pencurian. Keahlian mereka ditunjukkan masih dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari. Yang paling mencuri perhatian bagi saya adalah Piko, berkat adegan tahap pemalsuan lukisan yang ia lakukan. Bagaimana ia memperhatikan detil dan begitu knowledgeable akan karya yang ia palsukan, begitu mengagumkan. Karakter Piko pun membuat saya semakin kagum ketika ternyata dirinya menjadi otak dari twist terakhir pada film. Sementara itu, kita mungkin akan lupa dengan keahlian Tuktuk karena keahliannya paling sedikit ditunjukkan dalam adegan eksekusi pencurian. Jangan lupakan juga penampilan laga Aghniny Haque di paruh kedua dari film yang well executed bersama salah seorang kameo yang ternyata pernah ikut muncul pada Ben & Jody juga.

Latar belakang dari para tokohnya diperkenalkan dalam setting yang begitu dekat dengan target penontonnya, tidak hanya karena jajaran cast utama yang masih muda. Kebiasaan seperti mengkonsumsi kopi kekinian, investasi Kripto, komunikasi dengan dialog logat Jaksel adalah sedikit dari upaya tersebut yang ditampakkan jelas. Tingkah laku para komplotan sebagai pencuri amatiran pun tidak selalu dibawa ke suasana yang menegangkan. Akan ada saatnya kita mendapatkan momen atau dialog menggelitik, yang akan teringat jauh, yang menggambarkan reaksi instan ketika menghadapi hal tak terduga. Bahkan, kita pun akan mudah terhibur ketika melihat inspirasi dari salah satu aksi pencurian data yang disajikan. Yang pasti juga, penonton akan mudah tercuri perhatiannya berkat product placement yang tidak terlalu annoying, tertib, dan ditunjukkan dengan berbagai cara yang variatif. Mulai dari cemilan yang dikonsumsi para tokohnya hingga iklan di billboard jalan ala selingan rutin di sinetron-sinetron populer kini.

Film ini tidak hanya menunjukkan aksi-aksi unik para karakternya demi bisa mencuri lukisan yang mereka incar. Cerita mengenai lukisan yang akan mereka curi pun sedikit diangkat, mulai dari detil-detil menarik yang tersimpan hingga filosofi dari karya Raden Saleh itu sendiri. Penonton akan mudah memahami bahwa lukisan tersebut lebih dari sekedar national treasure seharga milyaran. Lukisan yang hendak mereka curi memiliki cerita yang menyiratkan pemberontakan dan pengkhianatan. Simbol tersebut dijadikan inspirasi akan plot dari cerita yang disajikan. Akan ada kalanya aksi pencurian yang mereka rencanakan menjadi didasari pemberontakan, yang semula hanya mengikuti keinginan yang “berkuasa”. Hasilnya, rangkaian aksi tersebut tampil lebih memuaskan.

Alur yang umum dari sebuah film heist juga sebagian besar dapat ditemukan di film ini. Mulai dari pengenalan kelompok pencuri, motivasi pencurian, hingga pengungkapan otak pencurian yang sebenarnya, semuanya pasti diungkap. Alih-alih memiliki karakter protagonis yang menjadi “duri dalam daging”, naskah memiliki plot pengkhianatan tak terduga yang muncul pada menit-menit terakhir. Setidaknya, kita akan menemukan tiga buah plot twist di sepanjang film, yang semuanya diungkap secara rapi. Bahkan salah satunya sudah dapat diprediksi penonton terlebih dulu.

Ada dua karakter polisi yang dijadikan lawan bagi komplotan pencuri yang diperankan oleh Ganindra Bimo dan Andrea Dian. Aksi kritis mereka akan cukup mencuri perhatian dalam adegan pengawalan lukisan di jalan raya. Di film ini kita mendapatkan salah satu tokoh polisi yang begitu tertarik dengan kasus pemalsuan benda seni. Sayangnya, motivasi dirinya kurang digali atau naskah hanya memperlakukan pengalamannya menangani kasus serupa secara kebetulan.

Ketika ternyata film ini memiliki sebuah mid credit scene, melihat cukup panjangnya adegan yang diungkap, saya sempat khawatir. Untungnya pihak editor tidak terlalu menggebu-gebu dalam menyiratkan akan adanya kelanjutan dari film ini, seperti yang saya temui pada credit scene dari Teka-Teki Tika (2021). Apakah sekuelnya nanti akan menjadi sebuah film juga atau serial pendek? Yang pasti, kelak rasa kurang puas saya terhadap eksplorasi latar belakang salah seorang anggota komplotan dan karakter polisi akan dibayar lunas.

7.5/10

2 thoughts on “Review Film Mencuri Raden Saleh

  1. Pingback: 10 Film Indonesia 2022 Pilihan | Notes of Hobbies

  2. Pingback: Review Film Ketika Berhenti Di Sini | Notes of Hobbies

Leave a comment