Daily Archives: December 9, 2019

Review Film Eggnoid

Film tentang manusia yang datang dari masa depan untuk menghapus kesedihan master-nya.

Eggnoid adalah film adaptasi dari webtoon dengan judul yang sama karya Archie the Red Cat yang disutradarai oleh Naya Anindita. Pada universe ciptaan Archie, Eggnoid adalah sosok manusia yang dikirim dari masa depan untuk menyenangkan hati seorang yang kesepian. Pada versi filmnya, Eggnoid bernama Eggy (Morgan Oey) muncul dari sebuah telur besar yang tiba-tiba ada di rooftop rumah Ran (Sheila Dara). Ran sendiri baru saja bersedih ketika merayakan ulang tahunnya sendirian karena kedua orang tuanya telah tiada. Film tidak bergerak pelan dalam menceritakan awal mula pertemuan Eddy dan Ran karena latar waktu dari film ini adalah dua tahun sejak kemunculan Eddy dalam hidup Ran. Tentang apa yang terjadi dalam dua tahun sebelumnya menurut Archie sudah diceritakan dalam webtoon-nya.

Eggy tinggal serumah bersama Ran dan tante (atau kakak?) dari Ran, Diany (Luna Maya). Dua tahun sejak kedatangannya ke masa kini, Eggy sudah menjadi sahabat bagi Ran, selalu bermain bersamanya setiap hari, membuat Ran selalu tampil bahagia. Eggy pun sudah bekerja mengurus kedai es krim bersama temannya, Tania (Anggika Bolsterli). Ketika Eggy dan Ran merayakan “hari menetas” Eggy yang kedua, Eggy jatuh hati pada Ran dan membuat tato Eggnoid di dadanya menyala. Nyala tato Eggy membuat dua pengawas Eggnoid, Zen (Reza Nangin) dan Zion (Martin Anugerah) mencari dan menemui Eggy untuk menjelaskan akan adanya aturan yang tak boleh dilanggar Eggy sebagai Eggnoid. Eggy tidak boleh tiga kali melakukan dosa yang termasuk dalam seven deadly sins ataupun berpacaran dengan master-nya, dalam hal ini Ran. Jika melanggar, Eggy terancam dipulangkan ke masa depan untuk diprogram ulang, praktis harus berpisah dengan Ran. Sadar akan adanya larangan tersebut, Eggy mencoba menjaga jarak dengan Ran, membuatnya tidak bisa sedekat Ran seperti biasanya lagi. Eggy juga harus rela melihat Ran dekat dengan teman kuliahnya demi memastikan Ran tetap bahagia.

Jelas cerita pada film ini berfokus pada cerita “sahabat tapi baper” yang dirasakan Eggy sebagai Eggnoid. Memiliki premis tersebut, film lalai memberikan latar belakang cerita yang cukup untuk para pemeran utamanya. Film kurang menjelaskan karakter Eggy sebagai Eggnoid seperti perbedaannya dengan manusia biasa, juga ciri khas apa yang menunjukkan bahwa seorang Eggnoid berasal dari masa depan. Memang ada dialog yang mendeskripsikan bahwa Eggy lebih kuat dibandingkan manusia lainnya dan memiliki IQ 240. Namun, dalam beberapa adegan saya kerap menganggap bahwa Eggy adalah manusia biasa, menyelesaikan permasalahannya dengan cara manusia biasa pula. Begitu juga dengan karakter Ran yang kesedihannya hanya ditunjukkan sebuah adegan pada awal film sebelum dipertemukan dengan Eggnoid-nya. Jawaban untuk bagaimana pergaulan Ran di sekolahnya juga di mana Diany saat Ran masih menjadi siswi SMA padahal dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa simpati kita terhadap Ran pada saat itu.

Film ini juga beberapa kali menyisipkan adegan humornya lewat tokoh Tania dan Zen, tetapi kelucuan mereka mudah dilupakan di tengah drama percintaan Eggy dan Ran. Kita mungkin akan lebih mengingat kepolosan Zen sebagai pengawas Eggnoid dimana kecerobohannya membuka plot lain menuju adegan paling mengharukan bagi Ran pada film ini. Karakter lain yang mencuri perhatian adalah Aji (Kevin Julio) yang merupakan teman kuliah Ran. Ketika saya berpikir ia akan menambahkan konflik rumit dalam hubungan Eggy dan Ran, ternyata ia cepat disingkirkan film dengan konklusi yang terlalu cepat. Perannya mengingatkan saya pada tokoh Deni (Denny Sumargo) dalam Twivortiare, tokoh orang ketiga yang kemunculannya relatif singkat juga.

Konflik yang disebabkan keputusan Eggy untuk coba tidak mencintai Ran tentu menimbulkan masalah di antara keduanya. Kekecewaan Ran ditunjukkan dengan begitu meyakinkan, membuat ia membenci sistem yang merugikannya. Tentang apa yang harus dilakukan Eggy untuk Ran pun dijelaskan dengan baik bagi penonton awam melalui adegan berpapan tulis. Rekonsiliasi mereka berdua yang melibatkan sebuah teknologi portal waktu untuk membuka plot kembali ke masa lalu. Secara tak terduga adegan tersebut menjadi salah satu adegan paling mengharukan dari film Indonesia di tahun ini. Adegan tersebut juga menjawab pertanyaan mengenai sekesepian apa Ran sebelumnya dan apa syarat cukup yang membuatnya bahagia.

Penonton akan mudah mengerti apa yang membuat Eggy tidak akan kembali ke masa depan.

Kekurangan yang paling tampak dari film ini adalah penggambaran dunia di masa depan pada film. Selain kemampuan Eggy yang lebih menyerupai manusia biasa, gadget dan mesin dari para manusia masa depan pun tampak kurang canggih, misal kamera polaroid dan mesin di tahun 2080an. Penggambaran tersebut tidak masalah jika film ini diproduksi tahun 1990an karena film lain yang mengilustrasikan masa depan kini sudah berani menunjukkan gadget yang tampak lebih mutakhir, contohnya ponsel setipis KTP.

Meski motivasi sang kreator Eggnoid dalam menetapkan aturannya kurang jelas, film ini tetap ditutup dengan manis. Eggy berani mengambil risiko besar demi membuat Ran bahagia dan tidak menyesal akan perbuatannya. Terhadap Ran pun cerita pada film ini menguatkannya. Ia dapat menjadikan patah hati sebagai inspirasi terbesar untuk karirnya. Ketika kita melihat Eggy dan Ran dalam satu adegan yang sama pun kita berhasil dibuat tersenyum.

Meski kurang pengenalan karakter bagi yang belum pernah membaca webtoon-nya, film ini tetap berhasil menyajikan drama kasih sayang yang manis juga mengharukan. Alhasil saya pun memberikan nilai 6.5 dari 10 untuk Eggnoid.