Daily Archives: December 25, 2019

Review Film Imperfect

Akhirnya ada Reza Rahadian di film akhir tahunnya Ernest.

Saya mengikuti perkembangan film-film Ernest Prakasa yang konsisten mengambil slot tayang akhir tahun sejak Cek Toko Sebelah (2016). Di tahun itu saya baru gemar menonton film di bioskop dan tahu bahwa film tersebut bukan film pertama Ernest sebagai sutradara, melainkan kedua. Sejak Cek Toko Sebelah, film yang disutradarai Ernest selalu mendapatkan jumlah penonton yang fantastis, konsisten melebihi target satu juta penonton. Meski selalu memiliki penceritaan yang baik, tetapi film-film dari Ernest selalu memiliki pola cerita yang sama, yang membuat kita tak perlu khawatir akan nasib akhir dari sang pemeran utama. Apakah kali ini Ernest masih membuat film dalam zona nyamannya?

Tokoh utama dalam Imperfect (Karier, Cinta & Timbangan) adalah Rara (Jessica Mila, yang rela menaikkan berat badan dan berpakaian serba tebal) yang berkulit gelap dan gemuk, menjadi korban body shaming sejak kecil, termasuk dari keluarganya. Semasa kecil ia lebih dekat dengan ayahnya yang berpenampilan sama, tetapi sudah meninggal karena kecelakaan. Adiknya, Lulu (Yasmin Napper) dilahirkan sangat berbeda dari Rara. Ia berkulit putih dan langsing, menjaga penampilannya seperti ibu mereka (Karina Suwandi) yang mantan model. Rara memiliki pacar, Dika (Reza Rahadian), yang enggan mempedulikan penampilannya karena merasa Rara sudah berhati baik. Rara yang bekerja di sebuah perusahaan kecantikan pun semula tidak begitu memperhatikan penampilan dan gaya hidupnya, meski bekerja dengan orang-orang yang rupawan dan menjaga penampilannya. Namun, pikirannya berubah tatkala bosnya menawarkan posisi manajer yang baru saja lowong, dengan syarat dapat mengubah penampilannya. Karena menurutnya, otak Rara saja tak cukup untuk menjadikannya representasi perusahaan.

Setiap tokoh yang muncul pada film ini benar-benar diberikan karakter yang cukup dalam, baik yang muncul sendiri atau berkelompok. Yang berkelompok, contohnya teman-teman ibunya Rara yang senantiasa mengomentari perbedaan fisik antara Rara dengan ibu dan adiknya. Ada juga geng karyawati modis di kantor Rara, yang dipimpin Marsha (Clara Bernadeth), yang sempat membuat Rara tersinggung berkat keghibahan mereka. Yang paling menarik perhatian tentu geng indekos yang tinggal di rumah Dika, yang mengisi slot komedi pada film Ernest yang kelima ini. Para pemeran pendukung yang muncul seorang diri pun cukup menarik perhatian di setiap penampilannya. Sebagai contoh, Fey (Shareefa Daanish) yang menjadi sahabat Rara di kantor yang konsisten tampil tomboy. Turut hadir juga George (Boy William) sebagai pacarnya Lulu yang merupakan cerminan dari selebgram yang gila konten.

Demi fokus ke tema yang mengangkat isu perihal standar kecantikan di mata masyarakat, film tampak mengabaikan detil-detil yang dapat membuat drama pada film ini lebih dramatis, dan itu bukanlah suatu kekurangan. Ernest hanya menampilkan narasi kecelakaan yang dialami ayahnya Rara lewat headline koran. Ia juga menunjukkan Rara dan Dika sebagai pasangan yang “sudah jadi”, tanpa menghadirkan flashback saat awal keduanya saling bertemu, meski plot tersebut cukup menarik untuk dibahas. Terdapat detil pada film yang juga membuat saya berkata “Emang iya?” perihal berat badan Rara sebelum diet dan juga proses dietnya yang sangat intens. Namun bagi saya itu bukanlah kekurangan yang paling tampak pada film ini, melainkan adanya product placement sponsor yang agak memaksa.

Early spoiler?

Jika kalian memutuskan untuk melewatkan film ini karena merasa sudah mendapat spoiler dari trailer-nya, maka keputusan kalian salah. Trailer dari film ini cukup berhasil menipu calon penontonnya terkait perjalanan karakter Rara. Ketahuilah bahwa Ernest tidak menyajikan plot sesederhana usaha Rara untuk menjadi lebih kurus dan cantik. Setelah film menunjukkan pencapaian Rara tersebut, film justru semakin tajam dalam menyampaikan gagasannya mengenai standar kecantikan bagi tiap orang. Perubahan pada diri Rara pun membuka pintu konflik baru terhadap orang-orang terdekatnya. Konflik ini akan mencapai klimaksnya ketika dipertemukan dengan resolusi akan permasalahan keluarga Dika yang harus segera melunasi hutangnya.

Selain membahas konflik dari Rara dan Dika, film ini semakin dibuat kompleks dengan menyisipkan permasalahan pribadi beberapa tokoh lain. Kita akan mengerti alasan ibunya Rara menginginkan kedua anaknya merawat diri, selain tidak ingin melihat keduanya menjadi korban body shaming. Baik Lulu dan ibunya Rara, juga akan merasakan tidak percaya diri walau mereka hanya mendapatkan komentar yang lewat saja. Terhadap penampilan ibunya, seolah tidak ada follow up yang diberikan. Namun, terhadap kegalauan Lulu, film memberikan resolusi yang lugas dan efektif (terhadap kekasihnya).

Bila dibandingkan dengan film-film Ernest yang sebelumnya, setidaknya film ini memiliki tiga unsur yang juga dapat ditemui di film-film lainnya. Pertama, tokoh keturunan Cina yang diperankan oleh Ernest sendiri. Pada film ini ia menjadi teman kerja Dika yang turut menyumbang komedi tentang tradisi etnisnya. Kedua, keberadaan para stand up comedian yang menyumbang porsi humor. Pada film ini peran tersebut diisi oleh geng indekos dengan Kiki Saputri sebagai yang paling mencuri perhatian. Karakter mereka pun tidak sekedar dibuat lucu, tetapi juga masing-masing merasa memiliki kekurangan fisik, relevan dengan tema besar dari film. Ketiga, tokohnya terjamin bahagia (atau sukses) di akhir cerita meski tidak mencapai target awalnya. Konklusi tersebut, pada film ini selain diberikan pada karir Rara juga terhadap urusan Dika. Akhir film ini tentu membuat saya tersenyum lebar tatkala Rara berhasil melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh para perusahaan kecantikan.

Meski tetap menampilkan pola cerita yang sama dengan film-film sebelumnya, Imperfect tetap tampil lebih khas. Dalam zona nyamannya, Ernest tetap ampuh dalam menyampaikan pesan film ini untuk tampil percaya diri bagaimanapun penampilan kita. Dengan demikian, film ini tetap ingin saya berikan nilai 7.5 dari 10.