Review Film Aku Cinta Kamu (2014)

Film omnibus lain dari Indonesia, tentang ungkapan “Aku Cinta Kamu”

Aku Cinta Kamu (2014) adalah satu lagi film omnibus tentang percintaan yang tayang di kanal Youtube Starvision Plus pada 8 Januari 2021 lalu. Kisah yang diangkat pada keempat segmen yang ditayangkan, bisa dibilang merupakan visualisasi dari empat lagu ciptaan Piyu, yang masing-masing juga menjadi judul dari setiap segmen. Piyu sendiri juga turut menyutradarai segmen keempat dari film ini, dan ikut muncul sebagai kameo di dalamnya.

Firasatku (Individual score: 6.5/10)

Jika saya tak salah, segmen ini adalah debut penyutradaraan Acha Septriasa. Acha juga turut menjadi tokoh utama, Sita, seorang wedding organizer yang tengah mempersiapkan pesta pernikahannya sendiri. Sang calon suami, Randu (Rio Dewanto) seakan tidak berkontribusi apapun untuk persiapan pernikahan mereka. Melihat sikap Randu dan mendapatkan sebuah mimpi yang mengundang tanya, Sita merasa bahwa pernikahannya takkan pernah terjadi. Sita memang memiliki firasat akan itu, tetapi ia salah dalam menafsirkannya.

Sebagai segmen pembuka, Firasatku memiliki presentasi visual yang paling dapat dinikmati penonton. Akting Acha dan Rio pun berhasil menyampaikan rasa, membuat kita bersimpati pada Sita dan bertanya-tanya akan rahasia dari Randu. Kita akan melihat Sita mengambil langkah yang tepat, mencari tahu tentang apa yang dirahasiakan oleh Randu. Namun, naskah membuat Sita mudah melupakan cueknya Randu sehari-hari, kemudian lebih memilih konflik mencapai klimaks pada adegan pernikahan mereka. Mengantarkan kita pada konklusi, segmen ini ibarat sebuah tontonan misteri yang menuntun kita seolah kebenaran yang akan terungkap sesuai dengan ekspektasi penonton, padahal tidak.

Cinta Itu Adalah… (Individual score: 4/10)

Karya Fajar Nugros ini mungkin adalah segmen terunik yang paling mudah diingat karena keterlibatan seorang pesepak bola yang menjadi tokoh utama. Dikisahkan Kim (Kim Kurniawan) adalah pemain bola naturalisasi yang berjuang untuk masuk Timnas Indonesia. Ia bisa bermain di tim lokal dan mendapatkan status kewarganegaraan atas bantuan agennya. Di tempat tinggalnya, Kim bertetangga dengan Raisha (Eriska Rein) yang memberikan perhatian lebih kepadanya. Raisha merasa bahwa Kim telah menjawab perhatiannya, tetapi kecewa tatkala tahu Kim hanya menganggapnya sebagai teman. Ketika Kim mengalami kecelakaan, Kim menjadi buta. Raisha pun menjadi orang yang selalu mendampinginya ketika Kim membutuhkan bantuan.

Menonton film ini di tahun 2020, karakter Raisha mengingatkan saya pada Aryo dalam Di Bawah Umur (2020) dan Adrian dalam The Invisible Man (2020). Bila dipikir-pikir, ia adalah sosok yang mengerikan, melihat bagaimana ia ingin diperhatikan Kim. Akan ada trauma yang terungkap, yang membentuk Raisha kini, tetapi kurang dieksplor lagi. Ketika segmen ini berbelok menjadi tontonan thriller pun, suasana yang menegangkan tidak benar-benar terbentuk karena resolusinya yang terlalu cepat. Dalam menjelaskan rahasia pada Raisha pun, naskah tidak lengkap menjabarkan segala apa dan bagaimananya. Yang membuat segmen ini semakin menjadi FTV pendek pun adalah konklusinya yang tampak wajib memberikan Kim seorang pasangan.

Sakit Hati (Individual score: 5.5/10)

Karya Fajar Bustomi ini adalah yang paling menampakkan bahwa ceritanya berasal dari lagu ciptaan Piyu. Tokoh utama pada segmen ini adalah Gerry (Giorgino Abraham) yang sakit hati pada kekasihnya sejak SMA, Lisa (Pevita Pearce). Ketika berpacaran, Gerry sempat mencari pekerjaan tambahan demi bisa membeli motor untuk membonceng Lisa. Namun, Lisa tidak menyukai Gerry yang memiliki pekerjaan sampingan. Lulus SMA, mereka kuliah di kampus berbeda, membuat Lisa semakin bebas bergaul tanpa Gerry. Ketika Gerry melihat Lisa dekat dengan lelaki lain, ia malah diusir Lisa. Kegagalan cinta Gerry memberinya inspirasi untuk menjadi pencipta lagu yang sukses.

Segmen ini dapat dikatakan sebagai yang paling potensial untuk dikembangkan menjadi sebuah film panjang tersendiri. Sangat menarik apabila kita melihat latar belakang Lisa yang banyak mau dan Gerry yang sederhana, yang akhirnya berpacaran. Perubahan sikap Lisa terhadap Gerry pun terlalu cepat ditunjukkan, yang memicu puncak konflik keduanya, begitu pula karma yang diterima Lisa. Perjalanan Gerry untuk sukses dengan karyanya pun digambarkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kurang realistis jadinya. Meski demikian, film ini cukup mewakili perasaan setiap penonton yang pernah dikhianati kekasih berkat pesan “Patah hati dapat menghasilkan karya terbaik”.

Jernih (Individual score: 3/10)

Segmen yang disutradarai langsung oleh Piyu ini merupakan penutup sekaligus segmen terlemah dari film ini. Namun, berbeda dengan tiga cerita sebelumnya, Jernih disajikan lebih menghibur. Tokoh utama kita adalah Tora (Dimas Anggara) dan Gofar (Gofar Hilman) yang merupakan pedagang barang-barang KW di terminal. Sehari-hari mereka harus menghindari razia dari pihak berwajib, yang dalam segmen ini khusus disebut sebagai “hamba hukum”. Ketika mereka kabur dari razia, mereka menabrak Elena (Manohara). Tabrakan tersebut membuat Tora jatuh hati pada Elena dan tas berisi parfum palsu milik Gofar tertukar dengan tas dokumen milik Elena. Ketika bertemu untuk transaksi pertukaran tas, Tora, Gofar, dan Elena secara tak terduga harus bermasalah dengan anak buah Haji Joe (Joe Project P). Haji Joe sendiri adalah pimpinan ormas yang juga seorang mafia, dan merupakan tunangan Elena.

Sengaja dijadikan segmen yang paling mengundang tawa, saya malah seringkali merasa gregetan dengan aksi Dimas dan Gofar di sepanjang cerita. Humor yang muncul lebih banyak berkat kebodohan para tokohnya, termasuk kelebaian tokoh polisi pada segmen ini. Melihat Haji Joe dan para anak buahnya, terutama saat adegan kejar-kejaran mereka dan para tokoh utama, saya malah teringat akan berbagai aksi inkompeten pada Benyamin Biang Kerok (2018). Untungnya, berbagai aksi absurd para tokohnya sejak awal cukup termaafkan oleh pesan pamungkas dari sang sutradara, sekaligus salah satu produser film ini. Abaikan kisah cinta Tora kepada Elena, lalu kita akan mendapatkan subtilnya pesan anti pembajakan pada segmen ini, selain pesan untuk hijrah menuju pekerjaan yang lebih baik dari penjual barang KW.

Jika dihitung, ini adalah tulisan ketiga saya yang mengulas sebuah film omnibus. Seperti film lainnya, saya akan memberikan rerata seluruh segmen sebagai nilai saya untuk film ini, yaitu 5 dari 10.

Leave a comment