Review Film Free Guy

Cerita tentang gamer yang jatuh cinta lewat bermain game

Dalam Free Guy, kita akan bertemu Guy, seorang pegawai bank yang setiap harinya menjalani rutinitas dengan cara yang sama. Di kota tempat tinggalnya, berbagai aksi kriminal seperti perampokan bank kerap ditemukan, setiap hari. Namun, Guy dan kawan-kawannya tidak pernah tegang, selalu selamat dari kejahatan yang dihadapi, menganggap semua itu hal biasa. Ditambah lagi, setiap ada kejahatan yang terjadi, tidak pernah ada sosok yang melawan seperti polisi. Pemandangan yang tidak wajar bukan?

Ternyata dunia yang dihuni Guy adalah dunia dalam game laris berjudul Free City. Guy sendiri merupakan karakter NPC (non-player character) yang diposisikan sebagai pegawai bank. Sesuai judulnya, para pemain game daring ini bebas melakukan apapun untuk menaikkan level masing-masing. Hanya saja kebebasan tersebut cenderung diwujudkan dalam aksi-aksi negatif seperti memukul orang lain yang ditemui atau merampok. Suatu hari rasa penasaran Guy muncul yang berujung dengan dirinya yang tiba-tiba merebut kacamata dari pemain lain. Kacamata tersebut ternyata merupakan pembeda para pemain dengan para karakter NPC, yang kemudian membuat Guy berubah peran selayaknya pemain lainnya.

Beralih ke dunia nyata, kita akan bertemu dengan Millie Rusk yang bermain dengan akun Molotov Girl. Millie memainkan game tersebut juga untuk mencari bukti pelanggaran hak cipta yang dilakukan Antwan, kepala pengembang game Soonami Games, perusahaan yang mengembangkan Free City. Millie melakukan aksinya lewat bantuan Keys, yang juga bekerja di Soonami. Millie kelak akan bertemu dengan Guy di dunia game, yang menampakkan sebuah perbedaan dibanding karakter NPC lainnya. Bahkan, nantinya keduanya akan menjalin cinta di dunia game.

Kita akan mudah terhibur melihat aksi Guy yang mendadak menjadi pemain di Free City juga. Dimulai dari sebuah adegan “break the loop” hingga mengikuti Millie untuk menyelesaikan misinya. Akan tercipta sebuah pengalaman yang menyenangkan melihat Guy dapat berkata selain “Don’t have a good day, have a great day” kepada nasabahnya. Yang paling penting adalah bagaimana film menunjukkan bagaimana Guy meningkatkan levelnya secara pesat sebagai seorang pemain dengan melakukan ragam aksi positif alih-alih brutal seperti merampok orang lain. Aksi Guy membuatnya menjadi trend baru di dunia para pemain Free City. Padahal Guy adalah pemain yang dikendalikan AI yang ditanamkan pada karakternya, bukan pemain asli yang mengendalikan karakternya di balik layar komputer. Ya, sebagai simplifikasi sebab dari kecerdasan Guy, film pun mengungkap kebenaran bahwa Guy memang instance yang berbeda dari karakter NPC lainnya karena memiliki AI yang dipicu oleh sebuah kejadian.

Banyak inspirasi dapat kita petik dari kehidupan Guy setelah ia menggunakan kacamata sebagaimana pemain lainnya. Mulai dari menginspirasi revolusi dari dalam sistem hingga menebar kebaikan meski hanya di dunia game. Aksi Guy akan sangat relatable bagi penonton yang merasa bosan hidup sebagai figuran dari kehidupan orang lain. Terhadap karakter NPC selain Guy pun, inspirasi yang didapat berupa hasrat untuk meninggalkan hidup yang hambar, yang begitu-begitu saja. Jadi, selain mendapatkan pengalaman hidup di dunia game dari sudut pandang pemain yang menjalankan misi, kita pun mungkin akan mendapatkan inspirasi untuk keluar dari hidup yang monoton.

Beralih ke dunia nyata, kita akan mendapatkan konflik klasik tentang perbedaan kepentingan di industri kreatif. Konflik berupa dilema untuk menghasilkan banyak uang dari para pemainnya atau mengabulkan ekspektasi penonton. Namun, plot konflik yang dominan dimunculkan adalah upaya Millie dan Keys untuk mencari bukti kecurangan Antwan dan upaya Antwan untuk menutupi kejahatannya, termasuk mengintervensi dunia game yang ia ciptakan. Konflik yang menimbulkan apocalypse di dunia Free City ini agak kurang berkesan meski penampilan Taika Waititi sebagai Antwan sudah meyakinkan.

Menutupi konflik dunia nyata yang “lurus saja,” film ini menyajikan easter egg tak terduga pada klimaksnya. Kemunculannya membuat penonton agak tenang akan nasib Free City yang hendak dimusnahkan. Saya yang tidak menonton film ini di bioskop (melainkan di Disney+ Hotstar) pun dapat membayangkan bagaimana gemuruh tepuk tangan penonton ketika kemunculan easter egg ini. Walaupun demi memunculkan kejutannya, film perlu membuat aksi terakhir menjadi kurang efektif guna menghadirkan dramatisasi.

Kekurangan lain yang saya rasakan adalah kita terlalu sebentar menikmati hasil dari resolusi film ini. Alih-alih menunjukkan kelanjutan kisah Guy dan tujuan hidupnya, kita malah ditunjukkan sebuah twist romantis yang sudah dapat diduga sejak pertengahan film. Karenanya, saya hanya memberikan nilai 7.5 dari 10 untuk Free Guy.

Leave a comment