Tag Archives: Ody C. Harahap

Review Film Mohon Doa Restu

Drama komedi untuk para calon mertua

Mohon Doa Restu menjadi penyegar, pengundang tawa yang hadir di sela-sela antrian film horor yang meramaikan bioskop pada bulan lalu. Sesuai dengan judulnya, film ini menceritakan persiapan pernikahan yang lebih didominasi oleh orang tua mereka alih-alih kedua calon pengantin. Narasinya cukup mengingatkan saya pada resolusi dari Temen Kondangan (2020) yang tayang tiga tahun lalu, tentang kepentingan siapa kah pernikahan diadakan? Yang mana ceritanya akan cocok ditujukan kepada para calon mertua di luar sana.

Continue reading

Review Film Virgo and the Sparklings

Film Bumilangit yang paling menghibur!

Saya adalah salah satu yang berhasil menonton Virgo & The Sparklings (berikutnya akan saya sebut “Virgo” saja) pada penayangan khususnya di bulan Februari lalu. Pada saat itu, target utamanya adalah para penggemar Bumilangit dan webtoon Virgo and the Sparklings karya Annisa Nisfihani dan Ellie Goh. Saya bukanlah keduanya. Maka itu, seselesainya menonton saya lekas mencoba membaca versi webtoon-nya untuk mendapatkan konteks asli tentang karakter utamanya. Alasan lainnya, karena saya seketika tertarik dengan beberapa karakternya.

Continue reading

Review Film Hit and Run

Film ini merupakan contoh yang baik dalam menyajikan adegan laga dan menggunakan aktor penarik perhatian sekaligus.

Kehadiran Yayan Ruhian dan Joe Taslim pada film ini, yang merupakan reuni mereka berdua setelah The Raid menjadi daya tarik utama akan film laga berbalut komedi ini. Setelah beradu peran dalam The Raid, keduanya segera go international. Apakah kini keduanya berhasil menyajikan tontonan laga yang dapat dinikmati? Akankah kombinasi genre action comedy ini berhasil?

Judul Hit & Run diambil dari reality show aksi kepolisian yang dibawakan Tegar Saputra (Joe Taslim) pada film ini. Tegar sendiri adalah polisi khusus yang sangat ambisius dalam memberantas narkoba. Di sepanjang film, Tegar mendapatkan misi untuk menangkap Coki (Yayan Ruhian), bos gembong narkoba yang baru membebaskan diri dari penjara dibantu rekan-rekannya. Tegar pun dibantu oleh Liow (Chandra Liow), penipu yang dianggap mengetahui keberadaan Coki. Selama mencari keberadaan Coki, Tegar menyelamatkan Meisa (Tatjana Saphira), penyanyi dangdut dari kasus penodongan di minimarket, yang kemudian menjadi kekasihnya. Ia dan Liow pun kemudian ditemani oleh Jefri (Jefri Nichol), remaja labil yang terpaksa meninggalkan kekasihnya.

Setiap tokoh efektif dalam menjalankan fungsinya masing-masing dan memiliki benang merah atas penghujung cerita, termasuk Meisa dan Jefri yang semula saya kira hanya sebagai pemanis film ini saja. Film tampak berhasil dalam membangun hubungan sebab akibat dari apa-apa yang dilakukan oleh para tokoh. Secara tak terduga, karakter kunci pada film ini adalah Mila (Nadya Arina, yang berpenampilan berbeda dari perannya dalam Pocong: the Origin), adik Tegar yang sakit keras dan hilang ingatan. Mila pun menjadi motivasi Tegar untuk membawakan Hit & Run dan memberantas narkoba. Motivasi juga adalah kunci mengapa Liow dan Jefri lanjut membantu Tegar pada babak terakhir film. Film ini pun sedikit mengangkat fenomena selebriti yang harus stick pada karakter tertentu di depan masyarakat meskipun berbeda dengan kepribadian aslinya.

Jika unsur komedi pada film cukup berhasil berkat kekonyolan Chandra Liow dan kealayan Jefri Nichol, makan unsur action-nya pun berhasil lebih unggul berkat aksi Joe Taslim dan Yayan Ruhian. Di pertengahan film, Yayan Ruhian akan mengingatkan kita pada aksi bar fight-nya dalam The Raid 2, yang kemudian membuat kita mengekspektasikan aksi yang lebih menegangkan hingga akhir film. Ekspektasi tersebut dijawab berbeda dengan tim koreografi dari film ini. Saya tidak begitu memperhatikan sudah berapa judul film action lokal yang sudah dirilis tahun ini, tetapi saya jamin film inilah yang memiliki battle scene yang paling dapat dinikmati. Termasuk dalam final battle pada film, di mana aksi yang disajikan melibatkan otot dan otak sekaligus.

Remember The Raid 2 already?

Jika bertanya mengenai kelemahan terbesar film ini, bukanlah sisipan komedi pada beberapa adegan yang menunda ketegangan (saat bertarung dengan penjahat di minimarket misal), tetapi pada akhir dari film ini. Para pahlawan kita pada akhir cerita memang berhasil melakukan “pengungkapan kebenaran” yang lebih mudah dan final battle dari film pun selesai disajikan. Namun, dialog setelahnya, yang mengungkapkan penjahat sebenarnya pada film malah dieksekusi dengan terlalu sederhana. Padahal pada titik ini cerita dapat dibuat kembali menegangkan dan diberikan resolusi yang tidak mudah, bukan adegan “asal plot twist tersampaikan”. Tentang bagaimana film ini berakhir pun, penulis naskah memilih akhir yang terlalu baik.

Ekspektasi saya pada film hasil kerjasama lima rumah produksi ini tidak terlalu tinggi. Ketika baru menonton trailer-nya, saya memberi nilai 6 dari 10 karena pesimis akan kombinasi genre action dan komedi ini. Terlebih lagi, standar film laga yang baik bagi saya adalah jika action dalam film tersebut sebaik atau lebih baik dari The Raid 2. Namun nilai saya untuk film ini setelah menontonnya adalah 6.5 dari 10. Andaikan film mengemas adegan pengungkapan kebenaran dan resolusi dengan sedikit lebih rumit, saya dapat menaikkan nilai saya hingga angka 8.

Review Film Orang Kaya Baru

Dalam satu kalimat, film ini adalah kebalikan dari Keluarga Cemara namun pesan moralnya sama.

Pada awal tahun ini kita sudah disuguhi film Keluarga Cemara yang memiliki kisah legendaris tentang keluarga yang semula kaya raya tetapi jatuh miskin. Film yang mengharukan tersebut pada akhirnya mengajarkan kita bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga, sesuai dengan lirik soundtrack utamanya. Tiga minggu kemudian, muncul film Orang Kaya Baru the Movie yang secara plot merupakan kebalikan dari Keluarga Cemara tetapi akhirnya meninggalkan pesan yang sama.

Berbeda dengan Keluarga Cemara, film ini memulai ceritanya dengan mengisahkan keluarga tokoh utama yang hidupnya serba pas-pasan. Kita akan ditunjukkan anak-anak Bapak (Lukman Sardi) yang hidup serba sederhana menghadapi ulah teman-teman sekitarnya yang tak segan mem-bully atau menuduh mencuri. Hebatnya, walaupun hidup serba berkecukupan, Bapak selalu mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang terbilang mahal. Hingga akhirnya hanya Bapak lah yang merasa tak masalah dengan kehidupan mereka sambil berpesan “Duit kalau dikit cukup, kalau banyak gak cukup” kepada anak-anaknya. Setelahnya, anak-anak dan Ibu dibuat sedih dengan Bapak yang meninggal secara tiba-tiba, sebuah plot curam untuk memulai inti cerita dari film, seperti meninggalnya Oma pada Susah Sinyal. Plot inilah yang kemudian ibarat menjadi transisi latar suasana antara cerita dari Keluarga Cemara ke Crazy Rich Asians.

Babak baru film dimulai dengan kenyataan bahwa Bapak meninggalkan warisan yang berlimpah dan lantas mengubah nasib keluarganya menjadi sesuai dengan judul film. Film pun mulai dihiasi efek slow motion *jreng* yang menunjukkan kemewahan keluarga mereka. Sepanjang film, mereka merasakan kemewahan yang tidak pernah diberikan oleh Bapak sebelumnya. Namun nasib baru berarti konflik baru untuk mengisi durasi film yang baru berjalan sebentar. Pesan moral pada babak ini umumnya memiliki satu pesan inti bahwa segala permasalahan tidak dapat diselesaikan dengan uang. Berganti status sosial berarti juga berganti gaya hidup dan pergaulan, yang bahkan dapat mengubah etos kerja kita. Film pun menunjukkan konfliknya di saat kebiasaan Tika (Raline Shah), Duta (Derby Romero), dan Ibu (Cut Mini) mulai berubah. Konflik tersebut mencapai klimaks saat pesan terakhir Bapak menjadi kenyataan dan Duta dan Ibu sedang membutuhkan uang untuk kepentingan masing-masing. Lalu, permasalahan mereka akhirnya diakhiri dengan critical action masing-masing. Setelahnya, film kembali memunculkan klimaks baru di saat mereka harus berhenti menggunakan kekayaan mereka dan mulai menyadari bahwa keluarga mereka tak sehangat dulu lagi. Sayangnya film berakhir dengan kesimpulan yang multitafsir juga membelokkan persepsi awal penonton akan nasib akhir Tika sekeluarga. Walaupun demikian, film selesai dalam hal memberikan nilai moral yang ingin disampaikannya.

Sebagai film komedi, film ini berhasil menjadi komedi satir dari cara tokoh-tokohnya berlaku dan berkata. Hal-hal jenaka yang disajikan film seperti menumpang makan di pesta orang dan baju adat daerah banjir adalah candaan ringan yang realistis. Sebagai sebuah drama, film menyajikan alur cerita yang lengkap setidaknya hingga saat keluarga mereka kembali ke kehidupan semula. Asmara antara Banyu (Refal Hady) dan Tika pun tidak asal menjadi sisipan pada film. Interaksi keduanya, juga Tika dan teman-teman belajarnya turut menegaskan pesan moral pada film. Begitu juga Dodi (Fatih Unru) yang berhasil menjadi karakter kunci yang menjelaskan perubahan dalam keluarga mereka secara gamblang.

Secara keseluruhan, film ini adalah film drama komedi yang berhasil menyajikan cerita yang segar. Oleh karena itu, saya memberikan nilai 7 dari 10 untuk film ini.