Review Film Detak

Ya, Detak adalah judul versi director’s cut dari Tarian Lengger Maut

Tarian Lengger Maut adalah film Indonesia pertama yang saya tonton di bioskop pada 2021 setelah setahun lebih tidak ke bioskop karena faktor pandemi dan kewaspadaan akan kerumunan. Namun, seselesainya saya menonton, hanya sebuah kekecewaan yang dapat saya bawa pulang dari film berdurasi 71 menit ini. Kemudian, pada akhir September yang lalu muncullah versi director’s cut dari film ini dengan judul dan poster yang berbeda, dengan durasi yang lebih panjang sekitar 30 menit layaknya film-film “normal”. Pertanyaannya, apakah kekecewaan saya terobati oleh Detak?

Setidaknya cerita yang dibangun sejak awal dalam Detak lebih mudah diikuti karena bagi saya Detak dimulai dari titik yang tepat. Yakni berupa pengenalan Dr. Jati (Refal Hady) yang baru pindah ke desa Pagar Alas. Berbeda dengan Tarian Lengger Maut (selanjutnya akan saya sebut TLM agar lebih mudah) yang sudah menunjukkan kengerian dari sang antagonis sejak awal. Atas saran penduduk lokal, Jati ikut menonton pertunjukan tarian Lengger yang menampilkan seorang Lengger baru, Sukma (Della Dartyan). Setibanya Jati di desa, mulai terjadilah rangkaian kasus orang hilang di desa tersebut.

Sejatinya, sejumlah lebih dari 30 menit durasi tambahan pada Detak diisi bukan oleh adegan-adegan yang menambahkan kompleksitas cerita. Dalam Detak, kita hanya akan melihat adegan pelengkap dari apa yang terjadi di Pagar Alas. Misalnya, ritual mandi kembang dan ziarah ke makam Prapto, warga desa yang pertama kali menjadi korban pada film ini. Kita pun akan sedikit dibawa melihat latar belakang tarian Lengger dari sudut pandang penari sebelum Sukma. Namun, cerita tambahan tersebut lagi-lagi hanya sebagai subplot yang belum selesai karena tidak memberikan andil apapun di akhir film. Adegan tambahan yang agak berguna mungkin tentang proses bagaimana Sukma dapat mengetahui rahasia besar Jati. Saya pun sempat berharap akan ada penggalian yang lebih dalam terhadap trauma masa lalu Jati, yang ternyata tidak digali lagi pada Detak.

Dosa terbesar TLM adalah tidak memberikan penutup yang memuaskan setelah rangkaian peristiwa yang terjadi di sepanjang film. Kita malah mendapatkan adegan penutup versi film yang belum selesai proses syutingnya. Padahal, film ini memiliki banyak potensi untuk menjadi sebuah tontonan yang benar-benar menegangkan. Misalnya, eksplorasi ritual setempat dan magisnya tarian Lengger, atau motivasi Jati menjadi pembunuh berdarah dingin. Sayangnya berbagai potensi tersebut disia-siakan. Yang lebih disayangkan lagi, Detak tidak memiliki intensi untuk menebus keburukan konklusi dari TLM. Karena baik TLM maupun Detak berakhir di titik yang sama, yang membuat penonton mengeluh telah meluangkan waktu untuk menontonnya.

Akhirnya, Detak tidak dapat menjadi sajian yang lebih baik dari TLM yang sempat mampir ke bioskop dalam kondisi pandemi. Nilai saya untuk kedua versi dari film ini pun sama, hanya 2 dari 10.

1 thought on “Review Film Detak

  1. Pingback: Review Film Kuyang: Sekutu Iblis Yang Selalu Mengintai | Notes of Hobbies

Leave a comment