Author Archives: newadityaap

Review Film How To Make Millions Before Grandma Dies

Satu lagi film mengharukan dari Thailand

How to Make Millions Before Grandma Dies (berikutnya akan disebut sesuai judul aslinya, Lahn Mah) menurut sutradaranya diangkat berdasarkan kisah nyata dari banyak keluarga. Untuk konteks keluarga Asia, klaim tersebut ada benarnya, dan tidak hanya dilihat dari latar belakang karakter utamanya yang merupakan keluarga Thailand keturunan Tionghoa. Bahwasanya, konflik yang ditunjukkan seperti perebutan warisan tak jarang ditemukan dalam suatu keluarga, termasuk di Indonesia. Dua tahun lalu pun, sudah ada film lokal yang menggambarkan persaingan ketiga saudara untuk mendapatkan warisan dari ayahnya. Dengan demikian, karya terbaru dari Pat Boonnitipat ini akan mudah relevan di mata para penonton di Indonesia.

Continue reading

Review Film IF (Imaginary Friends)

Ternyata ada film lain tentang teman khayalan, tetapi bukan horor

Di tahun ini, kita sudah punya Imaginary yang mengangkat cerita tentang teman khayalan sewaktu kecil. Film dari Jeff Wadlow tersebut dieksplor dalam genre horor. Selang dua bulan, muncul lagi film yang menghadirkan sosok teman khayalan, yang dikemas sebagai sebuah komedi. Kali ini, filmnya diberi judul IF yang merupakan kepanjangan dari Imaginary Friends. Premisnya kurang lebih sama, tentang sosok-sosok fiktif yang terlupakan oleh anak-anak. Presentasinya selain lebih berwarna pun lebih kreatif karena penulis naskahnya menampilkan banyak makhluk berwujud unik.

Continue reading

Review Film Immaculate

Salah satu film menarik di tahun ini, murni karena diperankan Sydney Sweeney

Sydney Sweeney. Dia lah daya tarik utama dari Immaculate yang penayangannya di Indonesia sempat tertunda. Bahkan, ketika merujuk pada karya terbaru dari Michael Mohan ini, saya lebih senang menyebutkan “Film Sweeney” alih-alih judulnya. Tidak salah juga, karena selain menjadi pemeran utama, Sweeney pun tercatat sebagai produser dari film ini. Premisnya sendiri, jika dilihat dari trailer-nya, begitu mirip dengan The First Omen yang tayang pada awal April lalu. Jadi, ceritanya sendiri kurang mengundang rasa penasaran.

Continue reading

Review Film Abigail

Abigail adalah wujud sebenarnya dari bocah kematian

Sebelum menonton Abigail, saya sudah berbekal ekspektasi untuk bertemu sosok anak mematikan seperti Esther dari Orphan (2009). Sekilas, pasti akan seru melihat aksi orang-orang dewasa melawan seorang anak perempuan yang sebenarnya juga sudah berpikiran dewasa. Ditambah lagi, dua sutradaranya pernah bekerja sama dalam mengarahkan film horor yang penuh cipratan darah, Ready or Not (2019) dan Scream (2022). Maka, rasa penasaran saya semakin spesifik: Akan sebrutal apa film terbaru tentang vampir cilik ini?

Continue reading

Review Film The Architecture of Love

Satu lagi film adaptasi novel tentang percintaan orang kaya

The Architecture of Love adalah film keempat yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Ika Natassa. Naskahnya disiapkan oleh Alim Sudio dan kali ini Teddy Soeriaatmadja lah yang dipercaya menjadi sutradara. Sebelum berlanjut, saya ingin memberikan sebuah keterangan bahwa ulasan kali ini (lagi-lagi) hadir dari sudut pandang penonton yang belum membaca novelnya. Oleh karena itu, pengalaman mengikuti cerita yang saya alami lebih fresh, tanpa mengantisipasi momen-momen tertentu yang tertulis dalam novelnya.

Continue reading

Review Film Civil War

Film perang, bukan tentang jagoan berkelahi

Civil War yang dirilis tahun ini bukanlah film tentang dua kubu jagoan yang berselisih paham dan saling tegang. Dilihat dari judulnya, filmnya memang berlatarkan suasana perang. Film yang disutradarai oleh Alex Garland (juga menulis naskahnya sendiri) ini mengambil sudut pandang yang unik, yakni dari jurnalis yang hendak mendapatkan berita terkini tentang sang presiden. Jadi, penonton yang berekspektasi untuk melihat dua belah pihak yang beradu senjata mungkin perlu menarik kembali ekspektasi tersebut.

Continue reading

Review Film Challengers

Film tentang pertandingan tenis, tetapi romantis

Daya tarik utama dari Challengers adalah scene di tepi ranjang yang menampilkan ketiga pemeran utamanya, yang sudah menjadi buah bibir sejak trailer pertamanya dirilis. Selain itu, karya terbaru dari Luca Guadagnino ini diantisipasi sebagai drama yang dialami tiga orang petenis. Apa yang membuatnya berbeda secara umum? Treatment estetis yang membuat penontonnya senantiasa menggebu-gebu hingga menit terakhir.

Continue reading

Review Film The Fall Guy

Surat cinta untuk para stunt-man, sederhananya

Tahun lalu setidaknya kita punya film-film berupa surat cinta untuk industri perfilman. Ada yang tokoh utamanya seorang penulis naskah, sutradara, bahkan anak sekolah yang punya passion dengan film. Meneruskan tren tersebut, di tahun ini ada The Fall Guy, karya David Leitch yang ditujukan untuk para pemeran pengganti (stuntman). Meski berupa film tentang pembuatan film, film ini tidak didominasi adegan syuting. Bahkan ada selipan action yang intens, yang sesuai temanya, dilakukan oleh sang protagonis.

Continue reading

Review Film The Roundup: Punishment

Sang one punch man kembali lagi

Alur dari The Roundup: Punishment masih menggunakan formula yang sama dengan film-film The Roundup sebelumnya. Filmnya dibuka dengan menunjukkan kekejaman dari sang villain utama, lalu segera beralih menunjukkan aksi sang protagonis memberantas kejahatan lokal dengan pukulan andalannya. Babak ketiganya pun diisi pertarungan satu lawan satu dari mereka, hanya latar tempatnya saja yang berganti. Walaupun demikian, film keempatnya ini menarik perhatian saya secara khusus. Bukan karena penasaran sekuat apa lawan yang harus dihadapi Ma Seok-do (Ma Dong-seok) kini, tetapi bentuk kejahatan yang harus ia tumpas hingga ke akar-akarnya.

Continue reading

Review Film Glenn Fredly: The Movie

Salah satu musisi terbaik Indonesia yang “dihidupkan” kembali

Di tahun 2020 lalu Indonesia kehilangan salah satu musisi berbakat nan berkharisma, Glenn Fredly. Kepergiannya menyisakan rasa kehilangan bagi setiap penikmat musik Indonesia sejak tahun 2000-an. Sebuah peristiwa mengharukan, baik untuk penggemarnya maupun bukan. Di tahun ini, sosok Glenn Fredly seolah dihidupkan kembali oleh seorang Marthino Lio, lewat sebuah film biografi karya Lukman Sardi. Uniknya, naskah yang ditulis Raditya Mangunsong mengambil langkah yang berbeda dari film-film biografi kebanyakan. Yang mana bagi saya ada kelebihan dan kekurangannya sendiri.

Continue reading