Tag Archives: Hadrah Daeng Ratu

Review Film Pemandi Jenazah

Film horor reliji yang seramnya terbilang optimal

Pemandi Jenazah adalah salah satu film lokal di tahun ini yang semula saya anggap remeh. Alasannya tentu berkaitan dengan track record sutradara dan penulis naskahnya yang seolah rutin menghasilkan “horor medioker asal laku”. Namun, setelah mempertimbangkan trailer dan adegan pembukanya yang menjanjikan, saya langsung berhenti meremehkan karya terbaru dari Hadrah Daeng Ratu ini. Ditambah lagi, elemen reliji dari filmnya hadir dalam takaran yang pas.

Continue reading

Review Film Sijjin

Adaptasi horor Turki yang ikut meramaikan khazanah perhororan kita

Sijjin diadaptasi dari film horor Turki berjudul Siccin (2014) yang dilafalkan sama dengan judul versi Indonesianya. Film aslinya memiliki lima sekuel yang mana saya belum pernah menonton semuanya. Maka itu, tidak akan ada perbandingan langsung antara kedua versi film tersebut pada tulisan ini. Saya pun merasa tidak perlu menonton versi Turkinya terlebih dulu sebelum menonton film horor terbaru dari Hadrah Daeng Ratu ini. Yang perlu dipahami terlebih dulu adalah bahwa judul Sijjin/Siccin merupakan istilah untuk buku yang berisi catatan kejahatan para pendosa, yang disebutkan dalam surat Al-Mutaffifin. Sederhananya, film seri Siccin berisikan cerita tentang para pendosa.

Continue reading

Review Film Merindu Cahaya de Amstel

Film “jalan-jalan ke luar negeri” yang agak tertolong duo Amanda

Sebagai sebuah disclaimer, saya belum pernah membaca novel Merindu Cahaya de Amstel karya Arumi E yang diadaptasi kisahnya ke dalam film ini. Maka itu, saya dapat leluasa mengulas cerita dari film ini tanpa perlu melirik cerita dalam novelnya. Novelnya sendiri konon terinspirasi dari kisah nyata, tentang seorang wanita Eropa yang menjadi mualaf dan merasa bahwa memeluk Islam adalah keputusan terbaik dalam hidupnya. Sayang sekali, tampaknya film garapan Hadrah Daeng Ratu ini kurang menonjolkan itu.

Continue reading

Review Film Aku Tahu Kapan Kamu Mati

Lagi-lagi film adaptasi Wattpad

Aku Tahu Kapan Kamu Mati langsung dibuka dengan sebuah adegan situasi komedi ketika seorang pasien di rumah sakit mengalami mati suri. Ya, mati suri. Itulah yang terjadi pada Siena (Natasha Wilona), yang membuat ketiga temannya ketakutan ketika ia kembali ke asramanya. Ketiga temannya itu adalah Flo (Ria Ricis), Neni (Fitria Rasyidi), dan Vina (Ryma Karimah) yang baru mendapat kabar bahwa sahabat mereka itu telah meninggal dunia. Kabar mati surinya Siena tentu menjadi buah bibir di sekolahnya. Brama (Al Ghazali), siswa yang menyukai Siena, senang bahwa Siena kembali hidup lagi. Lain dengan reaksi Denisa (Sonia Alexa), mantan pacar Brama, yang tidak menyukai kembalinya Siena karena merasa Siena telah merebut Brama darinya.

Siena tidak hanya mengalami tekanan dari Denisa pasca mati surinya. Baik di sekolah maupun di asrama, ia beberapa kali melihat penampakan arwah. Bersamaan dengan penampakan yang ia lihat, satu persatu kematian terjadi. Siena pun menganggap bahwa setiap kali ia melihat penampakan, maka ada orang lain yang akan mati dalam waktu dekat. Tentu para sahabatnya tidak begitu saja percaya dan malah menganggap Siena aneh. Ia pun mulai cemas ketika ia melihat arwah yang mengikuti Brama, memberi ia firasat akan kematian Brama.

Continue reading

Review Film Malam Jumat the Movie

Apakah film adaptasi kanal Youtube ini akan sebaik kanal Youtubenya?

Pada bulan puasa lalu saya juga sempat puasa ke bioskop sehingga melewatkan cukup banyak film yang tayang pada saat itu. Salah satunya adalah film horor yang diadaptasi dari channel Youtube Ewing HD, yang khas dengan kalimat perkenalan “Hai semua nama gue Ewing dan terima kasih telah memberikan gue kesempatan untuk menemani malam Jumat lo,” diberi judul #MalamJumat the Movie. Sempat penasaran akan cerita pada filmnya pada saat itu, beberapa minggu yang lalu saya pun menontonnya ketika ada kesempatan. Karena ini film horor, apakah ceritanya semenyeramkan cerita-cerita yang pernah dibahas dalam channel-nya?

Ewing (Ewing H.D.) tampil sebagai dirinya sendiri, pada awal film memperkenalkan diri secara close up dengan kalimat pembuka andalannya. Memilih konsep behind the scene dari video yang akan dibuatnya, film memperkenalkan Ewing dan sekumpulan kru Ewing Squad yang akan pergi ke sebuah taman wisata yang menyeramkan, Wonderpark, karena pernah dijadikan lokasi bunuh diri. Salah satu dari mereka, Lulu (Dea Annisa) kerasukan penunggu tempat tersebut, membuat Ewing Squad kembali dengan konten seadanya, juga menemukan pakaian milik seseorang. Ewing kembali mengunggah video mereka di Wonderpark, menunjukkan temuannya di taman bermain tersebut.

Film dibuat lebih menarik ketika Dinda (Zoe Abbas) mengomentari video Ewing, mengaku bahwa pakaian yang ditemukan itu milik kakaknya. Dinda pun meminta bantuan Ewing dan krunya untuk mencari tahu akan kakaknya yang menghilang. Meski telah mengalami kejadian menyeramkan di Wonderpark, Ewing mengajak para krunya kembali ke sana bersama Dinda, sekalian ingin membuat konten horor yang berbeda dari sebelumnya. Selain Dinda, Ewing Squad pun ditemani sahabat Dinda yang mengaku sebagai pacar dari kakak Dinda. Atas rekomendasi Ewing, Dinda pun ditemani Tio (Ade Firman Hakim), Youtuber sekaligus paranormal yang akan menjadi mediator mereka dengan sang arwah yang bergentayangan.

Sebagai sebuah film horor, film ini tampak komplit karena menayangkan sosok hantu gentayangan, paranormal, dan juga pembunuh berdarah dingin. Ketika ingin menunjukkan penampakan, film tidak mengawalinya dengan sesuatu yang mengagetkan kita. Ketika film menunjukkan momen sadisnya, momen tersebut digambarkan dengan cukup berdarah-darah. Melihat jajaran karakternya pun, ada yang percaya hantu, serius mengikuti sang paranormal, dan ada juga yang sompral terhadap peristiwa yang sedang terjadi, cukup lengkap untuk sebuah film horor. Untuk tipe karakter terakhir, diberikan pada salah satu Ewing Squad yang karakternya juga tak jauh dari sosok “pencari konten”.

Film ini memiliki plot twist yang benar-benar menipu penonton dan seolah membatalkan kengerian yang dibangun sejak awal film. Saya dapat berkata demikian karena film beralih dari horor supernatural menjadi horor thriller. Benar ada hantu yang diungkap keberadaannya di film ini, tetapi dikesampingkan dalam plot. Character twist dari sang antagonis pun terkesan tiba-tiba, dilatar belakangi dengan motif yang dangkal. Terhadap apa yang ia lakukan, alasannya terkesan dituliskan dengan malas pada naskah. Dalam mengungkapkan siapakah si jahat yang sebenarnya, film ini memberikan adegan yang ajaib yang dilakukan oleh Dinda (membuka IG kakaknya saat genting). Tidak sampai di sana, film memberikan twist berlapis di akhir film sebelum menunjukkan dialog terakhir yang menyimpulkan apa yang terjadi pada film. Yang intinya, pesan untuk para pembuat konten yang menghalalkan segala cara untuk menarik like, comment, dan subscribe dari para follower-nya.

Isi pesan terakhir yang disampaikan film tampaknya adalah satu-satunya hal positif yang dapat saya ambil dari film ini. Tentu tidak ada hal lain lagi selain gagasan naskahnya, apalagi akting para pemainnya. Ewing pun tampil lebih baik di kanal Youtube-nya dibandingkan di filmnya. Nilai saya untuk film ini pun hanya 3 dari 10.

Review Film Makmum

Benarkah film ini membuat penonton enggan melakukan salat malam?

Makmum merupakan versi panjang dari sebuah film pendek berjudul sama yang diproduseri oleh Riza Pahlevi. Walaupun memenangkan banyak penghargaan, Makmum versi pendek sempat menuai kontroversi karena dianggap menakut-nakuti orang yang hendak salat pada malam hari (baik Isya maupun Tahajud). Namun justru menurut sang produser, film ini ada untuk mengingatkan penontonnya bahwa ada ibadah salat Tahajud selain salat-salat yang diwajibkan setiap harinya.

Makmum dimulai dengan menceritakan gangguan mistis yang dialami Nurul, Nissa, dan Putri (kali ini saya tidak menyebutkan nama aktris yang memerankan mereka seperti biasanya, karena memang kurang memperhatikan) di sebuah asrama putri ketika malam hari. Nurul merasa ada arwah yang mengikuti salat malamnya sedangkan Putri mendadak pingsan setelah kesurupan. Mereka bertiga merupakan siswi yang harus menghabiskan liburan mereka di asrama karena nilai akhir mereka di bawah rata-rata. Di asrama, mereka tinggal bersama Rossa, kepala asrama yang sangat keras, disiplin, dan skeptis. Selain Rossa, ada juga Pak Slamet, penjaga asrama dan Bu Kinanti, mantan kepala asrama yang lumpuh dan sulit berbicara. Rini yang pernah bersekolah dan tinggal di asrama putri tersebut menjadi penghuni asrama baru sebagai tutor dan langsung akrab dengan ketiga siswi. Rini kembali ke asrama berkat undangan Bu Kinanti, selain karena dirinya yang memang diusir dari kontrakannya karena menunggak biaya sewa. Di asrama tersebut, Rini yang semula pengurus jenazah di rumah sakit juga mengalami kejadian-kejadian aneh. Rini yang percaya akan keberadaan makhluk gaib pun merasa arwah makmum yang senantiasa mengganggu ketiga siswi asrama hendak menyampaikan sesuatu kepada mereka.

Meski memiliki premis yang unik, yakni adanya arwah yang mengganggu ketika sedang salat, film ini tetap dikembangkan mengikuti template film-film horor Indonesia lain kebanyakan. Misalnya, adanya tokoh yang diganggu dan tokoh yang tidak percaya hantu, yang dalam film ini diejawantahkan kedalam tokoh ketiga siswi asrama dan Rossa. Kemudian ada tokoh yang open-minded terhadap hal mistis yang dialami, dan berusaha mencari tahu sebab dari gangguan yang terjadi. Porsi tokoh tersebut pada film ini untungnya ada, dan diambil Rini yang diperankan Titi Kamal. Untungnya lagi jumpscare dari film ini tidak berlebihan dan berada pada taraf yang konsisten walaupun tetap ada adegan bodoh pada awal film. Penjelasan akan adanya arwah yang mengganggu ketika salat pun cukup baik dipaparkan melalui karakter guru agama pada film. Tentang sosok yang mengganggu di asrama pun, tentu ada kebenaran yang akan terungkap di akhir cerita, yang disampaikan dalam plot yang wajar melalui “penghuni senior” asrama tersebut, Bu Kinanti dan Pak Slamet. Maksud plot wajar di sini adalah, tidak menggunakan plot twist yang memaksa.

Ketika latar belakang para siswi asrama dijelaskan secara singkat oleh Pak Slamet dan karakter Rini sudah dikembangkan sejak adegan di kamar mayat, tersisalah karakter Rossa yang paling menarik untuk dibahas. Rossa digambarkan sebagai kepala asrama yang menerapkan kedisiplinan dan sangat skeptis terhadap ketakutan yang dialami para siswi. Bahkan ia menganggap peristiwa kesurupannya Putri hanya pura-pura. Namun film hanya memberikan deskripsi tambahan tentang Rossa sebagai wanita yang baru bercerai untuk mendukung ketegasannya. Tidak dijelaskan motivasi Rossa untuk mengedepankan kedisiplinan di asrama yang ia kelola. Akhirnya ia malah lebih terlihat sebagai ibu tiri bagi para penghuni asrama. Saya termasuk orang yang senang ketika Rossa pun terlibat dalam adegan mencekam di akhir film, tetapi setelahnya kembali kesal dengan tokoh ini. Memangnya ia tidak memiliki empati sama sekali dengan peristiwa yang baru saja terjadi? Memangnya ia tidak peduli dengan “sejarah kelam” asrama yang ia kepalai? Penggambaran karakter dari Rossa ini bagi saya sangatlah berlebihan, bahkan hingga akhir cerita.

Mana yang lebih seram? Hantu yang selalu ikut salat malam atau kepala asrama rasa ibu tiri?

Saya sepakat bahwa bagian terburuk film ini terletak pada horror scene terakhir. Eksekusi ketegangan yang ingin diperlihatkan tidak maksimal dan serba tanggung. Saat menonton film ini saya beberapa kali berteriak dalam hati “Ayo lari!” sambil diselingi dengan Istighfar. Itu karena tokoh seperti Rini dan Pak Slamet yang kurang menggambarkan situasi gawat pada scene tersebut. Bahkan ada adegan yang berpotensi penuh darah, tetapi eksekusinya minimalis dan terlalu baik hati. Adegan penyelamatan yang melibatkan si guru agama pun tampak tidak efektif dan efisien. Hal positif dari akhir film ini hanyalah adegan kesurupan yang cukup realistis dan tidak berlebihan, seperti adegan serupa di awal film. Sebagai catatan tambahan, efek CGI yang digunakan film mengingatkan saya pada efek serupa di FTV horor.

Akhirnya film pun memilih akhir yang aman, berusaha memberikan ending terbaik bagi semua pemerannya. Namun pilihan happy ending for all tersebut tidak praktis menutupi dua kekurangan film yang saya sebutkan di atas. Saya memberikan nilai 4 dari 10 untuk film dengan horor berpremis unik ini. Jika sebelumnya saya memasang ekspektasi yang lebih rendah, atau jika akhir film ini dieksekusi dengan lebih baik, mungkin nilai akhir dari saya akan meningkat jauh.