Tag Archives: Monty Tiwa

Review Film Bangku Kosong: Ujian Terakhir

Sekuel atau remake?

Sebelum membuat ulasan ini, saya membaca kembali ulasan saya tentang Bangku Kosong (2006) yang saya tonton ketika masa pandemi yang lalu. Tujuannya untuk mencari tahu kaitan salah satu film horor terlaris di tahun 2000-an tersebut dengan Bangku Kosong: Ujian Terakhir. Hasilnya nihil, karena Ujian Terakhir bukan sekuel ataupun remake dari karya Helfi Kardit tersebut. Nama sekolah yang menjadi latar tempatnya pun berbeda. Dengan demikian, kutipan “takutnya seperti kejadian dulu” yang sudah diberikan pada trailer tidak mengacu pada kejadian dalam Bangku Kosong (2006).

Continue reading

Review Film Puspa Indah Taman Hati (2023)

Ketika Prilly memerankan dua karakter berbeda

Gita Cinta Dari SMA (1979) dan Puspa Indah Taman Hati (1979) adalah dua film romansa remaja yang saling bersambung dan menginspirasi film-film remaja setelahnya. Kisahnya direka ulang di tahun ini lewat modifikasi naskah dari Alim Sudio. Perilisan Puspa Indah Taman Hati di tengah tahun ini sudah diisyaratkan oleh teaser yang menutup Gita Cinta Dari SMA pada bulan Februari lalu. Daya tarik utamanya, selain rasa penasaran akan kelanjutan kisah Galih dan Ratna adalah Prilly Latuconsina yang ditantang untuk memerankan dua karakter wanita berbeda, yakni Ratna dan Marlina.

Continue reading

Review Film Ketika Berhenti Di Sini

Film Umay yang lebih baik dari debutnya?

Tahun lalu, Umay Shahab hadir sebagai sutradara dengan debut film panjangnya. Karyanya tersebut menjadi salah satu film lokal terlaris di tahun lalu meski tingkat okupansi studio bioskop tidak maksimal karena pengaruh pandemi. Tahun ini, Umay kembali merilis sebuah film panjang yang mempertahankan kebaikan dari film pertamanya. Namun, kali ini terasa lebih personal dan menunjukkan passion dirinya sebagai seorang sutradara.

Continue reading

Review Film Gita Cinta dari SMA

Remake yang tak terduga mengharukan

Saya menonton Gita Cinta dari SMA dengan berbekal sedikit pengetahuan akan sinopsis film aslinya yang dirilis tahun 1979, tidak sampai detil berupa adegan demi adegan. Namun, tanpa tahu cerita aslinya, saya dapat menjamin bahwa penonton akan tetap bisa terbawa romantisme antara kedua pemeran utamanya. Toh cerita yang dibawakan adalah sebuah kisah percintaan yang umum. Bedanya, latar tahun 1980-an tetap dipertahankan sebagaimana materi aslinya yang bercerita di masa Orde Baru.

Continue reading

Review Film Hidayah

Adaptasi drama reliji yang dibuatkan versi horornya

Saya masih ingat betul sekitar belasan tahun lalu adalah awal mula populernya sinetron azab. Inspirasi ceritanya tentu dari kisah nyata yang dimuat dalam berbagai media, yang paling populer adalah majalah reliji seperti Hidayah sendiri. Ketika tahu bahwa Hidayah akan dibuatkan versi filmnya, saya cukup menunjukkan perhatian khusus, apalagi cerita yang akan dibawakan lebih berupa horor alih-alih drama reliji. Maka, kesan pertama yang saya dapat setelah mengingat kembali materi dari sinetron lawasnya relatif kurang baik.

Saya jadi teringat kembali, ketika di usia sekolah saya cukup familiar dengan dua judul sinetron azab, yakni Hidayah dan Taubat. Tujuan keduanya sama, yakni menyampaikan pesan keagamaan untuk segera meninggalkan perbuatan maksiat walaupun akhirnya cenderung menyesatkan. Kedua sinetron yang saya sebut kurang lebih struktur alurnya sama, hanya agak berbeda konsep. Hidayah lebih sering tampil sebagai sebuah sajian drama sementara Taubat lebih memiliki warna horor karena saya ingat beberapa episode awalnya bercerita tentang dosa mempersekutukan Tuhan. Karena versi film dari Hidayah dikemas sebagai sajian horor, maka karya Dedy Kopola dan Monty Tiwa ini kurang berasa sebagai “Hidayah”.

Continue reading

Review Film Keramat 2: Caruban Larang

Akankah semengerikan film pertamanya yang legendaris?

Saya menonton Keramat (2009) untuk yang pertama kalinya dua tahun lalu. Di situ saya sadar mengapa filmnya begitu mengerikan ketika ditayangkan pada tahun 2009 lalu. Bahkan, saya turut menganggap bahwa film garapan Monty Tiwa tersebut benar-benar keramat nilainya. Maka, ketika mengetahui bahwa akan ada sekuelnya yang diberi judul Keramat 2: Caruban Larang, saya langsung pesimis. Bukan karena pemilihan cast-nya atau muncul kesan bahwa film yang pernah cukup menjadi buah bibir ini harus ada sekuelnya. Pertanyaan dalam benak saya adalah, apakah kengerian yang diberikan film pertamanya dapat diterima kembali di masa kini? Yang mana kini sudah cukup banyak film mockumentary, jenis media yang dapat ditonton orang awam pun sudah berkembang.

Continue reading

Review Film Kukira Kau Rumah

Ternyata ceritanya tentang dua orang yang kesepian

Kukira Kau Rumah, yang ceritanya diadaptasi dari lagu berjudul sama milik Amigdala – yang mungkin turut menjadi daya tarik bagi film Indonesia terlaris di tahun 2022 (sampai hari ini) ini – menandai debut produksi film dari dua figur yang masih muda. Prilly Latuconsina, selain menjadi pemeran utama juga ternyata menjadi salah satu produser dari film ini. Sementara itu, kursi sutradara diduduki oleh Umay Shahab, aktor yang sudah memasuki dunia akting sejak kecil. Umay juga menulis naskah filmnya dengan support dari dua penulis lain, Imam Salimy dan Monty Tiwa.

Continue reading

Review Film Ghibah

Dari judulnya, sudah jelas kan apa salah para pemeran utama kita?

Setelah merilis adaptasi film pendek dua tahun yang lalu, Makmum (2019), Dee Company dan Blue Water Films percaya diri untuk merilis film yang dimaksudkan menjadi sebuah horor reliji. Namun, Ghibah berakhir sebagai sebuah tontonan horor komedi (yang kombinasi genre-nya diakui di halaman IMDB) yang membuat saya geram karena kadar lelucon recehnya yang berlebihan.

Continue reading

Review Film Operation Wedding (2013)

Film tentang perjuangan empat saudari untuk menikah

Operation Wedding adalah sebuah drama komedi yang ditayangkan secara gratis di kanal Youtube Starvision Plus pada 16 Juni 2020 lalu. Seperti film-film lain yang telah ditayangkan gratis setiap Selasa dan Jumat malam di kanal tersebut, saya pun tidak tahu apakah ada adegan yang dihilangkan pada film ini dari versi yang pernah tayang di bioskop. Maka itu, ulasan saya di sini adalah berdasarkan versi cut yang pernah saya tonton.

Film dibuka dengan prolog Windi (Yuki Kato), anak bungsu dari empat bersaudari yang dibesarkan oleh sang ayah, Kardi (Bucek). Memiliki latar belakang militer, Kardi membesarkan keempat putrinya bagaikan prajurit. Menurutnya, perintah untuk prajurit tidak boleh didebat karena perintah komandan tak pernah salah meski nyawa taruhannya. Ia pensiun dini dari pekerjaannya setelah menyadari bahwa Windi ternyata tidak akur dengan ketiga kakaknya, Tara (Sylvia Fully), Lira (Kimberly Ryder), dan Vera (Dahlia Poland). Suatu hari Windi bertemu dengan teman lamanya, Rendi (Adipati Dolken), yang ternyata menyukai dirinya. Sayang, proses pendekatan Rendi dan Windi terhambat Kardi yang terlalu protektif dan mengintimidasi Rendi. Ternyata, hal serupa juga pernah dialami Tara, Lira, dan Vera dengan pacar mereka masing-masing, Feri (Nino Fernandez), Beni (Chris Laurent), dan Herman (Junior Liem). Lantas, mereka pun khawatir apabila pacar mereka tidak menikahi mereka karena takut terhadap sang calon mertua. Ketika tahu bahwa Kardi hanya akan menikahkan para putrinya secara berurutan dari yang tertua, Windi dan kakak-kakaknya pun menyusun strategi supaya pacar masing-masing segera melamar mereka.

Continue reading

Review Film Shy Shy Cat (2016)

Mengapa judul filmnya harus berbahasa Inggris?

Tahun 2016 lalu saya memang masih sangat selektif dalam memilih film bioskop untuk ditonton. Tentu, saya pun melewatkan film ini. Saya baru tahu bahwa Shy Shy Cat (Malu Malu Kucing) pernah ditayangkan di bioskop ketika Starvision menayangkannya di kanal Youtube-nya minggu lalu. Sekilas, saya pun membaca beberapa ulasan orang lain karena penasaran dengan premis dan kualitas filmnya. Ternyata, ada yang beropini bahwa film ini adalah komedi yang lebih menyenangkan dibanding Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 yang dirilis di tahun yang sama. Benar bahwa ternyata film ini bukan cuma menyenangkan, tetapi juga penuh nilai sosial.

Continue reading