Review Film Godzilla X Kong: The New Empire

Godzilla dan Kong akankah berselisih lagi?

Hal paling menarik dari film-film MonsterVerse kini adalah pertunjukan lebih dari satu makhluk raksasa yang dipertemukan dan dibuat untuk saling beradu kekuatan. Bukan lagi tentang jawaban atas pertanyaan “Bagaimana dampak dari eksistensi Godzilla ke kehidupan manusia?” Toh sudah cukup banyak juga film dan serial dari masa lalu yang menampilkan makhluk sebuas Godzilla. Pada film kelima dari MonsterVerse ini, premis tersebut dihadirkan kembali, dengan cerita baru dan kemunculan monster yang lebih banyak.

Saya cukup bisa menerima cerita yang dihadirkan tiga penulis naskah dan sutradara Adam Wingard. Godzilla X Kong: The New Empire dibuka dengan memperlihatkan Kong yang kesepian hidup di rongga bumi. Sementara itu, di permukaan bumi Godzilla masih aktif melindungi dataran dari monster lain. Terakhir, sang raksasa memilih Colosseum sebagai “tempat tinggal” barunya. Sebuah premis yang cukup efektif memperkenalkan dua raksasa kita terhadap penonton baru seperti saya. Yang saya tahu, keduanya pernah dipertemukan langsung dalam film tentang mereka pada 2021 silam.

Para penulis naskahnya sadar bahwa film ini tidak akan menarik bila hanya menunjukkan pertemuan Kong dengan spesies kera baru dalam petualangannya, pun berkomunikasi dengan cara yang tidak dapat dimengerti manusia. Maka mereka menghadirkan cerita baru dengan menelusuri belahan bumi baru dimana sebuah sinyal baru saja diluncurkan oleh pihak yang membutuhkan bantuan Kong. Para karakter manusianya lantas mengikuti sumber sinyal tersebut, yang sekaligus mengungkap eksistensi kuil suku Iwi yang selamat.

Sisipan drama utamanya menghadirkan peneliti Monarch, Ilene (Rebecca Hall) yang mengadopsi anak terakhir dari suku Iwi, Jia (Kaylee Hottle). Secara singkat, filmnya menunjukkan Iwi yang belum bisa beradaptasi di sekolah sebagaimana anak manusia lainnya. Sementara itu, karakter lain yang ikut Ilene untuk menjemput sinyal misterius kurang bekresan karena memang diniatkan lebih sebagai comic relief pada film ini. Ketika Jia bertemu dengan kerabat sesuku, drama dangkal tentang rumah pun ditunjukkan dengan konklusi yang memaksa kesan happy ending baik untuk Ilene dan Jia.

Sekuens penuh aksinya pun bisa dibilang hanya berupa realisasi akan pertempuran yang sudah ditakdirkan oleh pengetahuan milik suku Iwi. Tidak ada twist yang diberikan, aksi pertentangan antar monster terjalin dengan lurus saja. Namun, adegan aksi yang disajikan tetap mengagumkan berkat efek visual yang mumpuni. Selain itu, kesan seru terjamin mudah didapat karena kuantitas makhluk raksasa yang terlibat baku hantam bertambah. Kong yang menjadi sosok protagonis tetap mendapat bantuan dari pihak manusia yang mengamatinya, membuat para karakter manusia yang ditemuinya tidak menjadi figuran semata. Konklusi yang didapatkannya pun bisa dikemas menghibur bila kita memperhatikan interaksinya sejak awal film dengan sesama primata raksasa di rongga bumi.

Saya sempat menyebut para karakter manusia di film ini sebagai figuran karena memang peran mereka sejak awal hanyalah observer bagi Kong dan Godzilla. Ketika pertikaian yang dialami keduanya berakhir, Ilene dan karakter lainnya akan menganggap pengalaman mereka sebagai petualangan yang biasa saja. Dampak dari konflik utamanya pun lebih dirasakan oleh Kong yang tengah mencari makhluk lain untuk dijadikan teman. Bukan tentang bahaya apa yang dapat disebabkan sang antagonis terhadap kehidupan manusia di bumi.

6/10

Leave a comment