Tag Archives: Kimo Stamboel

Review Film Badarawuhi di Desa Penari

Film KKN lagi, tapi lebih mahal

Badarawuhi di Desa Penari adalah wujud ambisius dari produser KKN di Desa Penari (2022) (yang berikutnya akan saya sebut secara pendek dengan “KKN”) untuk menciptakan sebuah franchise horor yang besar. Jika memungkinkan, karya terbaru dari Kimo Stamboel ini dapat menjadi sebuah horor blockbuster di Indonesia. Ambisi tersebut setidaknya terwujud lewat ketersediaan film ini dalam format IMAX dan kualitas gambarnya yang lebih mahal. Sementara itu, upaya lain seperti meningkatkan kengerian di desa Penari atau menghadirkan cerita yang lebih kompleks belum terasa secara maksimal.

Continue reading

Review Film Sewu Dino

Film Lebaran terlaris tahun 2023

Ketika line up film Lebaran 2023 ditampilkan, Sewu Dino menjadi film yang paling difavoritkan untuk mendapat jumlah penonton terbanyak. Karya dari Kimo Stamboel ini diadaptasi dari utas horor viral yang ditulis oleh SimpleMan, sosok dibalik utas “KKN di Desa Penari” yang adaptasinya menjadi film Indonesia terlaris sepanjang masa sejak tahun lalu. Sayangnya hingga kini saya belum menyelesaikan membaca utas viral dari SimpleMan yang satu ini. Maka itu, pada tulisan ini saya tidak akan berkomentar banyak mengenai kesesuaian naskah yang ditulis Agasyah Karim dan Khalid Kashogi terhadap materi aslinya.

Continue reading

Review Film Jailangkung: Sandekala

Misi lain Kimo untuk memperbaiki sebuah franchise horor

Setelah mengangkat derajat semesta Danur lewat Ivanna, Kimo Stamboel kembali mendapatkan misi untuk menyelamatkan franchise horor lain yang pernah menuai feedback negatif, yaitu Jailangkung (2017 dan 2018). Saya belum pernah menonton Jailangkung (2017) dan Jailangkung 2 (2018), kedua film horor modern yang menampilkan boneka kayu yang dipercaya sebagai boneka pemanggil arwah. Namun, saya cukup melihat rating kedua film tersebut di Letterboxd (keduanya mendapatkan rerata 2.0 dari skala 5.0) untuk mengurungkan niat saya menonton keduanya sebelum mengulas Jailangkung: Sandekala. Tanpa menonton kedua film tersebut pula, saya tetap mudah menangkap bahwa karya terakhir Kimo ini memang spin-off dari Jailangkung. Pasalnya, ada special appearance pemeran utama dari kedua film Jailangkung yang gunanya hanya menegaskan bahwa boneka kayu yang ditemukan protagonisnya adalah boneka Jailangkung.

Continue reading

Review Film Ivanna

Film baru dari Danur Universe, tetapi dengan sutradara baru

Ivanna menjadi sosok hantu ikonik yang turut menjadi materi promosi ketika Danur 2: Maddah (2018) tayang. Padahal pada film kedua dari semesta Danur tersebut, Ivanna bukanlah makhluk jahat yang menghantui tokoh protagonisnya, melainkan Elizabeth. Kini, Ivanna mendapatkan filmnya tersendiri yang langsung mendatangkan dua pertanyaan. Pertama, apa yang terjadi pada Ivanna hingga ia kehilangan kepalanya? Kedua, apakah peran Kimo Stamboel sebagai sutradara dapat mengangkat kualitas dari film ini dibandingkan film Danur lainnya?

Continue reading

Review Film Ratu Ilmu Hitam

Akankah Ratu Ilmu Hitam menjadi film horor terbaik tahun ini?

Setelah menyutradarai DreadOut yang gagal menjadi film horor yang berkesan di awal tahun lalu, Kimo Stamboel kembali membuat versi reborn dari Ratu Ilmu Hitam. Berbekal naskah dari Joko Anwar, seharusnya film ini menjadi film horor yang paling dinanti. Sebelum mulai mengulas film horor terbaru ini, perlu saya katakan bahwa saya belum pernah menonton versi original dari Ratu Ilmu Hitam yang dirilis pada tahun 1981. Karenanya, saya tidak akan membandingkan kedua film tersebut dalam ulasan saya.

Cerita dimulai dengan memperkenalkan Hanif (Ario Bayu), Nadia (Hannah Al Rashid), dan ketiga anak mereka, Sandi (Ari Irham), Dina (Adhisty Zara, yang kembali menjadi daya tarik tersendiri pada film ini), dan Haqi (Muzakki Ramdhan) yang pergi jauh mengunjungi panti yang dulu mengasuh Hanif. Hanif dan keluarganya datang untuk menjenguk pengurus panti yang sedang sakit keras, Pak Bandi (Yayu Unru). Selain Hanif, datang juga dua temannya beserta istrinya masing-masing dengan tujuan yang sama, Anton (Tanta Ginting) dan Jefri (Miller Khan). Saling bertemu, mereka berniat untuk bermalam di panti dilayani Maman (Ade Firman Hakim) dan Siti (Sheila Dara), suami istri yang dulunya anak panti juga dan masih menetap di panti hingga sekarang. Sementara anak-anak Hanif ditemani dua anak panti sebaya, Hasbi (Giulio Parengkuan) dan Rani (Shenina Cinnamon). Hal mengerikan mulai ditampakkan film ketika Hanif dan Jefri menemukan bis berisi anak panti yang semuanya sudah tewas. Setelahnya kejadian-kejadian aneh mulai terjadi di panti tempat mereka bermalam.

Sejak baru dimulai film sudah memberikan peristiwa menegangkan tatkala mobil Hanif menabrak sesuatu di perjalanan. Film langsung membuka misterinya dengan menunjukkan bahwa yang mereka tabrak tak seperti yang mereka pikirkan sebelumnya. Ketika para tokoh baru sampai di panti tempat mereka berkumpul, film konsisten menunjukkan jumpscare yang tak berlebihan, beberapa shot juga dilakukan seolah akan diikuti momen menyeramkan. Memasuki babak kedua, ketika kita terus disuguhi adegan-adegan menyeramkan tanpa henti, kita tidak mendapatkan para pemeran yang melakukan hal-hal bodoh ketika sedang ketakutan. Ketika sesuatu yang mengerikan terjadi, respon para tokohnya logis dan straightforward, mereka sigap saling menyelamatkan satu sama lain tanpa melontarkan dialog bodoh. Para pemerannya pun baik yang dewasa maupun yang belum menunjukkan rasa takut mereka secara cukup meyakinkan.

Film ini tidak memberikan karakter yang dalam kepada para karakter dewasanya. Hanif dan Nadia tak lebih dari orang tua biasa. Kedua teman Hanif yang juga mengunjungi panti akan mudah dilupakan dan kita akan lebih mengingat istri mereka masing-masing, yang satu tomboy dan sangat menjaga postur tubuhnya, satu lagi tak bisa lepas dari gadget dan sangat higienis. Begitulah karakter mereka yang jelas ditampakkan di sepanjang film. Yang akan terkenang oleh kita tentu karakter anak-anak/remaja pada film ini. Muzakki sebagai Haqi kembali menjadi show stealer pada beberapa adegan, cerminan anak kecil dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan sok berani. Bahkan Zara yang mengulang karakternya sebagai remaja supel pada Dua Garis Biru pun kalah tersorot.

Dilihat dari judulnya, jelas peristiwa horor yang muncul pada film ini berasal dari kekuatan ilmu hitam. Film ini tak sungkan menunjukkan berbagai macam adegan santet yang berdasar pada fobia masing-masing tokohnya. Kita akan melihat bagaimana setiap tokoh berada dalam nerakanya masing-masing, baik anak-anak maupun dewasa sama-sama tak mendapat belas kasih. Dibandingkan langsung membunuh tiap-tiap tokohnya, sang ratu lebih memilih untuk menyiksa mereka yang dianggap bersalah dari kejauhan. Namun memang begitulah horor dari sang empunya ilmu hitam ditunjukkan, tidak mengenal kasihan, tidak juga terbatas ruang.

Memberikan neraka bagi semua pemeran tanpa terkecuali, di situlah nilai positif dari film ini.

Tentang misteri yang melatar belakangi teror yang terjadi, kita sudah diberikan petunjuk yang faktual dari dialog Hanif dan kawan-kawannya. Film pun berhasil membuat kita ikut menebak-nebak perihal identitas sang ratu ilmu hitam beserta motif dari aksi yang dilakukannya. Misteri pada film ini diungkap secara berangsur-angsur sambil mengeksplor masa lalu yang terjadi di panti tersebut. Ketika akhir dari misteri terungkap, barulah film menunjukkan identitas sang ratu ilmu hitam beserta motivasinya. Ya, sang ratu baru ditunjukkan pada babak ketiga film. Perihal motifnya, tak jauh-jauh dari urusan balas dendam atas perbuatan keji dan fitnah yang terjadi di masa lalu. Perbuatan keji apa yang dilakukan pun cukup tak terduga sejak awal film.

Kelemahan lain dari film ini adalah resolusi teror yang relatif mudah, kedatangannya bagai keajaiban dari langit. Walaupun masih menjayikan adegan yang mengerikan, kita tetap tidak puas dengan dua momen heroik yang tiba-tiba terjadi, menutup teror para tokoh dengan mudahnya. Seperti film horor kebanyakan, film ini juga masih meninggalkan plot hole yang kemungkinan konklusinya diserahkan pada tafsiran setiap penontonnya. Ibarat akan dijadikan premis untuk film keduanya apabila film pertama ini mendapat penerimaan yang positif. Namun akhir film ini tetap memuaskan para penggemar film horor ketika Kimo sekedar menunjukkan bahwa pemilik ilmu hitam sejati adalah sosok yang immortal.

Film ini akhirnya berhasil menunjukkan kualitas dan standar film horor Indonesia. Dapat saya katakan, Ratu Ilmu Hitam lebih baik dibandingkan Perempuan Tanah Jahanam yang kini masih tayang di bioskop dan lebih layak mendapatkan tepuk tangan ketika pemutaran film selesai. Melihat masih memiliki beberapa kekurangan, nilai 7.5 dari 10 saya kira sudah cukup untuk film ini.

Satu lagi, bersamaan dengan credits film, sang produser menunjukkan tribute-nya terhadap versi original dari Ratu Ilmu Hitam. Bagi yang pernah menontonnya, akan terobati rasa rindunya akan aksi horor seorang Suzzanna. Bagi yang pernah menontonnya juga, ternyata akan mudah menebak siapa sang ratu di film versi remake-nya ini.

Review Film DreadOut

Ternyata Indonesia sudah punya survival horror game, dan kini ada film adaptasinya.

Beberapa hari sebelum menonton film ini, saya baru tahu bahwa beberapa game developer asal Indonesia pernah membuat survival game berjudul DreadOut. Pada game tersebut, seorang siswi bernama Linda harus bertahan dari kejaran hantu-hantu lokal dengan kamera ponselnya. Lalu, game ini pun dibuatkan versi filmnya dan menjadi film adaptasi yang acceptable relatif terhadap ide asli pada game-nya.

Film ini dibuka dengan baik karena langsung menunjukkan ilustrasi yang jelas akan bentuk kengerian apa yang akan dihadapi oleh tokoh utama kita. Namun film memilih ide terbodoh, seperti pada awal film Alas Pati, sebagai latar belakang mengapa keenam tokoh utama kita harus pergi ke gedung seram pada film, demi menjadi viral dan jumlah followers Instagram. Linda yang menjadi tokoh utama pada film pun, pada dasarnya bukan termasuk kelompok siswa yang ingin menjadi viral ini. Namun lagi, nantinya kita akan memaklumi mengapa semua tokoh, termasuk Linda harus terlibat dengan kengerian utama pada film.

Film cukup baik membawa alur cerita dari “nekat demi viral” menuju titik di mana para tokoh merasakan ketegangan dan kengerian rasa baru sebab rasa penasaran mereka, walaupun disisipi bercandaan yang menyebalkan. Sejak titik ini muncullah unsur kekhasan film ini seperti ponsel ajaib Linda dan jenis-jenis setan yang mengejarnya saat masuk dunia setan seperti pada game. Bagi yang sudah mengenal game-nya, akan langsung menerima semua premis tersebut. Tetapi bagi yang belum, akan memiliki banyak pertanyaan terkait unsur-unsur cerita tersebut. Unsur “menerima” atau “mempertanyakan” ini akan terus mengalir hingga babak terakhir film. Sebagai suatu film yang berdiri sendiri, ponsel Linda yang dapat melumpuhkan para makhluk di dunia arwah tersebut hanya diibaratkan sebagai mukjizat. Begitu juga dengan alasan hanya Linda lah yang dapat membaca mantra untuk masuk ke dunia arwah pada film yang disebutkan sebagai bakat turunan. Namun, positifnya film berhasil mempertahankan unsur khas pada game aslinya.

Berdasarkan genre yang ingin dicapai film, secara keseluruhan film lebih tampak sebagai petualangan di dunia lain. Film ini bukan termasuk film yang menyeramkan bagi saya yang sudah terbiasa menonton film horor Indonesia yang mempertontonkan orang kesurupan atau arwah yang merayap di dinding. Jika dibilang menegangkan pun, film ini kalah membuat tegang dari Sebelum Iblis Menjemput ataupun Rumah Dara. Dalam menunjukkan “siksaan oleh iblis” pun film masih kalah dengan film-film horor produksi Hitmaker Studios. Walaupun demikian, plot twist yang disisipkan mendekati akhir film patut diapresiasi. Selain melebarkan karakter tokohnya, twist tersebut juga berhasil menambahkan ketegangan akan Linda, si pemeran utama. Itulah poin yang setidaknya dapat menolong film ini secara utuh dan membuat cerita pada film tampak lebih baik dibanding Kafir, misalnya.

Film diselesaikan dengan pola pikir “asal petualangan selesai” yang membuat penonton kurang puas. Namun bagian akhir ini dilengkapi oleh 2 post-credit scene yang menambah nilai positif film dan seolah memberi petunjuk akan sekuel dan tokoh antagonis baru pada DreadOut universe. Ini sekaligus memberikan harapan akan digalinya cerita tentang Linda dan bakatnya itu sendiri lebih dalam.

Sebenarnya film ini adalah film horor yang kelebihan tokoh utama. Film akan tetap menegangkan dan tidak kehilangan kualitasnya jika 2 atau 3 tokoh remaja dihilangkan. Tokoh-tokoh tersebut masing-masing bagi saya adalah si perhiasan film, si pelengkap geng, dan si konyol tempat para penonton berharap dialah yang akan menjadi tokoh tersial pada film walaupun nyatanya tidak.

Pada akhirnya, saya memberikan nilai 6 dari 10 untuk film ini. Nilai tersebut sudah cukup baik bagi film horor tak menegangkan yang tertolong plot twist dan post-credit scenes ini.